Buaya dalam bahasa Gorontalo yaitu huwayo. Oleh masyarakat Gorontalo, buaya tidak diburu untuk dimakan daging atau telurnya.
Buaya adalah binatang buas bertaring yang hidup di dua alam, yakni air dan darat. Sehingga, buaya haram untuk dimakan.
Bagi mereka buaya adalah binatang buas yang tidak boleh diganggu. Buaya buas karena buaya suka menelan mangsanya. Tetapi, buaya muara tidak mengganggu manusia selama habitatnya tidak diganggu manusia.
Buaya muara merupakan buaya yang hidup di air tawar, mereka menyukai perairan sungai atau muara sungai serta rawa yang memiliki banyak ikan. Selain memakan ikan, buaya muara juga memangsa mamalia besar.
Habitat buaya muara di Provinsi Gorontalo dapat dijumpai di perairan Kabupaten Gorontalo Utara meliputi Desa Ilangata Barat, Kecamatan Anggrek; Desa Mootinelo, Kecamatan Kwandang. Buaya muara juga ditemukan di perairan Kecamatan Duhiadaa, Kabupaten Pohuwato meliputi Sungai Mootilango, Randangan, dan Cagar Alam Tanjung Panjang.
Selain itu, habitat buaya muara juga dapat ditemukan di muara Sungai Pohu yang berbatasan langsung dengan Danau Limboto, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Habitat buaya di Kabupaten Bone Bolango yaitu Sungai Bone.
Buaya Hadir pada Berbagai Acara
Masyarakat Gorontalo memiliki tradisi Ngango lo huwayo. Ngango lo huwayo artinya adalah mulut buaya.
Ngango lo huwayo menjadi simbol yang dipasang masyarakat Gorontalo dalam setiap acara. Ngango lo huwayo yang terbuat dari bambu kuning yang dihiasi dengan janur, ngango lo huwayo ini dipasang di kanan dan kiri gerbang adat atau disebut tolitihu.
Gerbang adat Gorontalo memiliki tangga dari anyaman bilah bambu kuning, pada sisi kiri dan kanan dilengkapi dengan dua buah pohon pinang, serta dipasangi batang bambu yang pada ujungnya dibelah dan diberi gigi menyerupai mulut buaya yang dalam bahasa Gorontalo disebut ngango lo huwayo.
Ngango lo huwayo ini menunjukkan status sosial seseorang atau menjadi tanda identik dalam acara apa si mulut buaya ini dipasang. Gigi dalam mulut buaya ini berjumlah ganjil.
Ngango lo huwayo biasanya dipasang untuk menyambut tamu yang dihormati pada acara-acara penting. Jika ngango lo huwayo ini dipasang dalam pesta perkawinan maka jumlah gigi bagian atas adalah tujuh. Sementara gigi buaya bagian bawahnya berjumlah lima.
Jika perhelatan berkabung yang diselenggarakan, seperti upacara kedukaan lantaran ada anggota keluarga yang meninggal dunia maka posisi ngango lo huwayo akan dibalik, gigi buaya bagian atas akan berjumlah lima, sementara bagian bawahnya ada tujuh.
Ngango lo huwayo bermakna segala bencana akan ditelan buaya sehingga semua orang yang hadir dalam acara tersebut akan bahagia dan sejahtera.
Pada saat ini buaya muara di perairan Gorontalo habitatnya terganggu oleh aktivitas manusia. Terusiknya habitat buaya muara disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia terutama buangan limbah rumah tangga ke sungai, pembangunan di sekitar daerah aliran sungai, penambangan pasir di sungai, penebangan pohon mangrove atau aktivitas dalam mencari ikan di habitat buaya muara.
Berbagai bentuk gangguan ini yang menyebabkan buaya muara melakukan penyerangan karena menurut intuisinya bisa menyebabkan tekanan baginya.
Untuk itu perlu ditumbuhkan kembali nilai-nilai kearifan lokal Gorontalo berkaitan dengan hubungan harmonis antara manusia dengan buaya. Dalam adat Gorontalo, buaya adalah penolak bala sebagai pelindung manusia yang menelan semua bencana.
Buaya muara merupakan satwa liar yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Buaya muara dalam daftar Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora (CITES) masuk dalam Appendix I.
***
Hari Suroto, peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba