Penghuni terakhir di Kampung Mati Kulon Progo memutuskan untuk pindah. Mereka akan menempati rumah baru di lokasi dengan akses yang lebih layak.
Traveler mungkin masih ingat kisah Dusun Watubelah di Kulon Progo yang dijuluki Kampung Mati. Ya, desa itu memang menyisakan satu keluarga saja sementara penduduk lainnya memilih pindah. Alasannya karena lokasi desa itu sulit dijangkau.
Kabar terkini, keluarga terakhir yang tinggal di sana akan segera pindah. Hal itu diungkapkan perwakilan Dukuh Watubelah, Gunawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk informasi terkini Pak Sumiran baru fokus untuk berpindah rumah yang di sebelah barat yang kemaren dapat bedah rumah dari BSPS. Jd kalau Pak Sumiran nanti fix pindah rumah, otomatis untuk di kampung itu (Kampung Mati) sudah tidak ada lagi warga yang menempati," jelasnya, Jumat (28/7/2023).
Gunawan menerangkan proses kepindahan keluarga Sumiran dari Kampung Mati ke tempat lain kemungkinan dilakukan dalam waktu dekat ini. Keluarga tersebut juga telah menerima bantuan dari masyarakat untuk pembangunan sarpras penunjang hunian baru.
"(Kepindahan) keluarga Pak Sumiran sudah berproses mas. Kemarin dari teman-teman vlogger ada donasi dari netizen yang memang punya misi untuk Pak Sumiran tersebut. Jadi, untuk rumah baru sudah siap ditempati sejak 2020 kemarin, tapi baru saat ini pembangunan kamar mandinya yg dari bantuan donasi netizen," ujarnya.
Seperti diketahui, Kampung Mati hanya dihuni oleh satu keluarga beranggotakan empat orang, yakni pasangan suami-istri Sumiran (49) dan Sugiati (50) serta dua anaknya Agus Sarwanto (23) dan Dewi Septiani (10).
Ada sejumlah alasan yang membuat penduduk meninggalkan Kampung Mati. Salah satunya karena jengah dengan kondisi kampung yang terisolir.
"Karena di sini jauh dari jalan yang bisa diakses kendaraan. Harus jalan kaki dulu sejauh 1,5 sampai 2 km. Jadi banyak yang pindah," ucap Sugiati saat ditemui detikJogja, Jumat (16/6/2023) lalu.
"Penduduk terakhir yang pindah itu sekitar 4 tahun lalu. Jadi sejak 4 tahun ini kami memang menyendiri," imbuhnya.
Kampung Mati memang berada di area terpencil. Lokasinya jauh dari fasilitas publik seperti pasar, klinik, maupun kantor pemerintah. Pun demikian dengan permukiman penduduk terdekat yang jaraknya bisa mencapai 2 km.
Hanya ada satu cara untuk bisa sampai ke kampung ini, yaitu dengan berjalan kaki menyusuri perbukitan. Trek yang ditempuh berupa tanah berbatu dan dengan tingkat kemiringan hingga 70 derajat. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan, bahkan sepeda sekalipun.
"Kalau pas musim hujan itu lebih berbahaya lagi. Selain karena licin, juga kadang ada bebatuan yang tiba-tiba jatuh. Jadi memang harus hati-hati kalau mau ke sini," ujar Sugiati.
Artikel ini sudah tayang di detikJogja.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan