Indonesia merayakan hari ulang tahun ke-78 pada Agustus ini. Hampir 80 tahun menghirup kebebasan, sektor museum rupanya belum benar-benar merdeka.
Usai pandemi COVID-19, museum kembali dikunjungi masyarakat. Belakangan juga muncul tren museum date atau kencan di museum yang dilakoni anak muda. Idenya sederhana, mereka akan pergi ke museum bersama pasangan atau teman untuk menikmati koleksi museum, berfoto, lalu mengunggah momen tersebut di media sosial.
Kendati kini berkunjung ke museum menjadi tren wisata yang menarik, sayangnya hanya museum-museum tertentu saja yang diminati. Padahal, menurut Laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia memiliki 439 museum pada tahun 2020, yang berpotensi menjadi destinasi unggulan.
Museolog Universitas Indonesia Ajeng Ayu Arainikasih menyayangkan saat ini masih banyak museum di Indonesia yang belum berinovasi sesuai kemajuan zaman. Dia menilai kondisi itu menyebabkan pengunjung kurang tertarik untuk datang ke museum-museum di Indonesia.
"Museum-museum pada umumnya itu pengunjungnya, kalau bukan yang scope nasional, pengunjungnya biasanya memang cuma anak sekolah paling banyak. Jadi tidak menarik untuk orang yang bukan wajib harus datang ke sana seperti anak sekolah," kata Ajeng ketika dihubungi via telepon, Selasa (8/8/2023).
Ajeng mengatakan, museum-museum yang biasanya dikelola pemerintah, justru yang biasanya minim inovasi. Pengelolaan museum masih dianggap sama seperti bidang usaha lain yang tidak berorientasi pada kebutuhan pengunjung.
"Kadang-kadang ada beberapa museum juga yang seakan-akan seperti hidup segan, mati tak mau. Biasanya yang dikelola Kementerian atau BUMN," ujarnya.
"Jadi dijalankan selayaknya jam kerja pegawainya. Jadi kan celaka banget. Sabtu dan Minggu libur. Nah, terus bagaimana caranya kita bisa ke museum kalau cuma buka dari jam 8 pagi sampai 4 sore?" dia menambahkan.
Perlakuan ini jelas berbeda dengan museum milik swasta yang berorientasi pada profit. Maka, Ajeng tak menampik bila museum swasta cenderung lebih kreatif daripada museum yang dikelola pemerintah.
"Kalau swasta dia justru harus survive karena dana dia cari sendiri. Pasti dia jadi lebih kreatif dan struggling bagaimana caranya bikin orang datang," dia menjelaskan.
Untuk mengatasi masalah ini, Ajeng memaparkan perlunya perombakan dari segi Sumber Daya Manusia (SDM). Menurutnya, sudah saatnya museum di Indonesia dikelola SDM yang pemberani.
"SDM. That's the main problem in 80 years of Indonesia. Dari sejak Indonesia merdeka, urusannya SDM museum," kata Ajeng.
"Usaha (meningkatkan kualitas SDM) sudah banyak banget. Bikin segala macam pelatihan, seminar, konferensi, sekolah, training. Tapi tetap saja museumnya nggak berubah. Karena mindset susah diubah. Jadi melakukan pekerjaan seperti biasa, nggak berani berubah," Ajeng menegaskan.
Berdasarkan pengamatan Ajeng, inovasi museum di Indonesia saat ini juga cenderung ikut-ikutan. Artinya, bila ada sebuah museum yang memberikan fasilitas tertentu, itu akan diikuti yang lain sehingga tidak muncul kekhasan dari masing-masing museum.
"Kalaupun berubah, ngikutin yang lain. Paling jadi satu imersif semua. Tapi tetap saja pasif. Jadi museum yang ada di kita sekarang itu ketinggalan. Jadi samalah, kira-kira konsepnya sama museum zaman kolonial," ujarnya.
Baca juga: Robohnya (Plafon) Museum Nasional |
detikTravel menyuguhkan liputan mendalam tentang museum dan pengelolaannya di bulan Agustus ini. Artikel berseri tayang setiap hari.
Simak Video "Video: Wisata Museum Makanan Nyeleneh di Berlin, Ada Kopi Luwak Indonesia"
(pin/fem)