Jalan Jaksa yang dulu, bukanlah yang sekarang. Dulu banyak penginapan murah yang dipenuhi turis, kini penginapan itu sepi hingga beralih fungsi.
Jalan Jaksa pernah terkenal sebagai kawasan ramai turis asing terutama kalangan backpacker muda. Namun, dari pantauan detikTravel di Jalan Jaksa pekan lalu, kondisi sepi melingkupi kawasan ini.
Penginapan-penginapan banyak yang tutup. Bangunan-bangunan terbengkalai juga tampak di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penginapan yang beroperasi hanya hitungan jari. Salah satunya sudah diambil alih jaringan penginapan budget online. Satu-satunya yang masih menggeliat adalah hotel bintang di sana.
Untuk mengetahui kondisi terkini dari penginapan di Jalan Jaksa, kami mendatangi hostel legendaris di sana. Hostel itu adalah Wisma Delima.
Di sana, kami bertemu dengan pemilik Wisma Delima yakni Boy Lawalata. Boy menjelaskan hostel itu kini sudah beroperasi lagi.
"Sekarang kami sewakan untuk warkop. Ini kafe dikelola anak saya. Kamar-kamar sekarang disewakan untuk kos-kosan wanita," kata Boy.
![]() |
Baca juga: Senja Kala Hostel Pertama di Jakarta |
Peralihan fungsi ini sudah dilakukan sejak tahun lalu. Boy memutuskan untuk mengganti bisnisnya karena turis asing juga sudah sepi di Jalan Jaksa.
Padahal, Wisma Delima sudah berdiri sejak 1969. Kata Boy, puncak kejayaan penginapan ini ada di era 80-an. Kala itu, kamar yang berjumlah 14 penuh semua. Ada kalanya, mereka harus mengontrak rumah tetangga untuk menampung turis yang berminat menginap di sana.
Ketenaran Wisma Delima tak terlepas dari buku panduan perjalanan Lonely Planet yang pernah memasukkannya dalam daftar rekomendasi. Saat itu, turis-turis backpacker mengandalkan informasi dari Lonely Planet untuk menjelajahi dunia.
Namun, seiring perkembangan zaman, hal itu sudah tak dilakukan lagi. Sekarang, turis-turis muda lebih suka mencari informasi lewat internet. Mereka juga memesan penginapan dari aplikasi perjalanan.
"Bule nggak pakai guidebook lagi. Sekarang mereka lihat di internet ada banyak pilihan. Dulu kan mereka hanya tahu Jalan Jaksa. Lihat dari guidebook-nya lengkap ada penginapan, restoran, dan banyak artikel yang ditulis Tony Wheeler," ujar Boy.
Boy tak menampik, aplikasi pemesanan online memang lebih menguntungkan buat turis. Mereka dapat melihat kondisi hotel dari foto-foto dan ulasan terkini. Selain itu, mereka juga kerap mendapatkan potongan harga bila memesan lewat aplikasi.
Dengan kondisi Jalan Jaksa yang sudah berubah, Boy memilih untuk mengerjakan bisnis lain yang lebih aman untuk jangka panjang. Misalnya dengan menjadikan kamar-kamar hostel sebagai kos wanita, ia dapat menyewakan 10 kamar dengan harga masing-masing Rp 1,5 juta. Pemasukan ini tentunya lebih jelas baginya daripada bergantung pada kedatangan turis asing yang tak menentu.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol