Gereja Tertua Gaza, Saksi Muslim dan Kristen Palestina Berlindung dari Perang

Putu Intan - detikTravel
Selasa, 17 Okt 2023 16:39 WIB
Gereja Saint Porphyrius. Foto: Dan Palraz/Wikimedia Commons
Jakarta -

Serangan Israel yang tiada henti memaksa warga Palestina mengungsi ke tempat aman. Salah satunya di gereja tertua Gaza yang menampung umat Kristen dan muslim Palestina.

Gereja tua itu bernama Gereja Saint Porphyrius. Gereja ini dibangun antara tahun 1150-an dan 1160-an.

Dilansir dari Al Jazeera, Selasa (17/10/2023) gereja itu diberi nama sesuai dengan nama uskup Gaza pada abad ke-5, Saint Porphyrius.

Namanya diabadikan menjadi nama gereja karena sosoknya telah memberikan penghiburan bagi generasi-generasi Palestina di Gaza terutama pada saat-saat ketakutan.

Saat ini, gereja tersebut menjadi tempat berlindung warga Palestina dari serangan Israel. Sebelumnya, pasukan Israel telah menghancurkan masjid hingga sekolah yang difungsikan menjadi pengungsian. Sementara itu, Gereja Saint Porphyrius ini masih lolos dari serangan.

"Militer Israel telah mengebom banyak tempat suci," kata Pastor Elias, pastor di Gereja Saint Porphyrius.

"Saya tidak yakin Israel tidak akan mengebom gereja ini," ia menambahkan.

Untuk sekarang, gereja tersebut menjadi lokasi yang aman bagi pengungsi. Namun, Pasto Elias tak menampik bahwa tempat perlindungan ratusan warga sipil itu bisa saja dibom suatu saat nanti.

"Setiap serangan terhadap gereja tidak hanya merupakan serangan terhadap agama, yang merupakan tindakan keji tetapi juga serangan terhadap kemanusiaan," kata dia.

"Kemanusiaan kita menyerukan kita untuk memberikan kedamaian dan kehangatan kepada semua orang yang membutuhkan," dia menambahkan.

Gereja Saint Porphyrius, yang biasanya menjadi lokasi ibadah yang penuh himne dan pujian itu, sekarang menjadi lokasi berlindung. Tak hanya buat umat Kristen tetapi juga muslim Palestina.

"Karena perang tidak mengenal agama," kata Pastor Elias.

George Shabeen, seorang Kristen Palestina dan ayah dari empat anak yang tinggal di gereja bersama keluarganya, mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai tempat lain untuk pergi. Semua tempat yang mereka tahu telah menjadi sasaran tiga serangan udara Israel.

"Datang ke sini menyelamatkan hidup kami," katanya.

"Pada malam hari, kami berkumpul bersama, Muslim dan Kristen, tua dan muda, dan berdoa untuk keselamatan dan perdamaian," ia menambahkan.

Sementara itu, seorang Muslim Palestina Walaa Sobeh menilai fakta bahwa keluarga-keluarga berbeda agama berkumpul di bawah atap gereja di tengah pengeboman merupakan sebuah perlawanan.

"Tujuan Israel adalah menghancurkan komunitas kami dan menggusur kami," ujarnya dengan suaranya bergetar.

"Mereka mungkin bisa membunuh kami. Tetapi, kami akan terus bersama sebagai warga Palestina, hidup dan mati, muslim dan Kristen," ujar dia.



Simak Video "Video Israel Serang Lokasi Distribusi Air di Gaza, 8 Orang Tewas"

(pin/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork