Gunung Padang menyimpan ratusan ratusan bebatuan yang berserakan. Hal ini mendorong pengunjung nakal untuk mengambilnya. Awas, bagi yang mengambil akan dikenai hukuman.
Batuan di Gunung Padang tersebar baik di puncak, maupun di sekitaran area. Batuan ini merupakan batuan dilindungi yang letaknya tidak boleh digeser atau bahkan diambil karena statusnya sebagai situs Cagar Budaya. Selain itu, batuan di situs ini pun masih memiliki berbagai misteri terkait sejarah dan peradaban yang membentuknya.
![]() |
Namun begitu, menurut Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gunung Padang, Zenal Arifin, masih ada saja pengunjung yang nakal dan mencuri bebatuan tersebut. Sontak hal ini membuat pengelola mengadakan piket malam, kendati waktu kunjungan umum hanya sampai pukul 08.00-16.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya ada piket malam, piket malam yang jadi masukan dari Pokdarwis. Karena banyak kejadian-kejadian benda Cagar Budaya yang ada di Gunung Padang khususnya bebatuan di Gunung Padang, banyak ulah pengunjung mereka iseng ada yang bawa gitu," ujarnya kepada detikcom di lokasi, Minggu (29/10/2023).
Ia menyebut, ada hukuman tersendiri bagi pengunjung yang mencuri bebatuan tersebut. Hukumannya bukan uang, melainkan sesuatu yang bikin jera. Ya, hukumannya adalah mengembalikan kembali batu tersebut ke puncak Gunung Padang atau tempat mereka mengambil.
"Kita interogasi dulu, biasanya batu tersebut didapatkan dari mana? dari teras berapa? Kayak gitu. Kalau dari penjaga situs, ada beberapa kali itu mereka dengan hukumannya harus kembalikan lagi ke tempatnya," jelasnya.
Adapun Gunung Padang kendati merupakan sebuah bukit, tetapi menaikinya pun cukup menguras energi. Karena bukit tersebut memiliki ketinggian sekitar 885 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Namun begitu, Zenal menyebut bahwa pengelola biasanya mengetahui pengunjung yang nakal atau mengutil bebatuan di Gunung Padang.
"Biasanya mencurigakan sih. Teman-teman yang piket di sini, teman-teman pokdarwis mungkin sudah paham banget terhadap orang-orang yang mempunyai itikad yang nggak baik," ucapnya.
Ia menyebut bahwa orang-orang yang mengutil kemungkinan dipengaruhi oleh mitos-mitos yang mereka percayai. Banyak yang ingin membawa batuan situs ini untuk menjadi koleksi maupun menjadi jimat.
"Mungkin mereka kental ke mitosnya ya, mungkin ada beberapa batu alasannya keramat atau apalah, atau dapat petunjuk kayak gitu, tapi bertolak belakang dengan pelestarian situs cagar budayanya sendiri," imbuhnya.
Daripada mengambil oleh-oleh berupa batu yang dilindungi hukum, ada baiknya traveler memilih untuk membawa buah tangan lokal seperti madu, gula aren, hingga teh yang dijual di warung yang berlokasi di depan situs.
(wkn/ddn)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol