Desa Penglipuran memiliki cara khusus agar warga lebih mudah melakukan perbaikan rumah. caranya, dengan memberikan subsidi kepada warga.
Desa Penglipuran memiliki branding terbaru setelah berhasil masuk daftar desa wisata terbaik di dunia 2023. Desa adat di Kabupaten Bangli ini berhasil terpilih dari 260 pelamar dari seluruh dunia. Penghargaan ini diberikan The World Tourism Organization (UNWTO) kepada 54 desa wisata.
Sebelum berhasil meraih penghargaan ini, terdapat evaluasi yang dilakukan berdasarkan sembilan bidang utama, salah satunya promosi dan konservasi sumber daya budaya. Nah, terkait budaya, Desa Penglipuran di Bangli, Bali itu teguh menjaga budaya dalam kehidupan sehari-hari, bahkan pada arsitektur bangunan.
Kekayaan budaya pada arsitektur tradisional Bali terpelihara dengan baik. Rumah-rumah di Desa Penglipuran dibangun dengan desain yang serupa, dengan atap jerami yang khas dan banguan yang seragam.
Menurut Wayan Sumiarsa, ketua pengelola Desa Penglipuran, arsitektur unik di desa ini merupakan bentuk nilai kebersamaan yang diwariskan oleh leluhur. Kesamaan bangunan terdapat pada 3 bagian, yaitu pintu masuk (angkul-angkul), dapur tradisional, dan bale saka enam.
"Saat ini, salah satu konservasi budaya yang kita miliki di Penglipuran adalah arsitektur bangunan. Di rumah-rumah penduduk itu ada 3 bangunan yang dikonservasi sebagai atraksi wisata," ujar Wayan Sumiarsa.
Untuk tetap menjaga konsistensi warga dalam menjaga bangunan yang dikonservasi, Wayan Sumiarsa menjelaskan bahwa pihak desa adat memberikan bantuan berupa subsidi ketika warga melakukan perbaikan sebesar Rp 25 juta.
"Ini disubsidi oleh desa, diberikan subsidi ketika warga itu memperbaiki bangunan," kata Wayan Sumiarsa.
Pemberian subsidi ini tak lepas dari peran dan kontribusi wisatawan yang datang ke Desa Penglipuran.
"Subsidi ini datang dari retribusi yang kita dapat. Sebenarnya, wisatawan yang berkunjung ke Penglipuran secara tidak langsung membantu kita dalam melakukan konservasi," kata Wayan Sumiarsa.
Wayan Sumiarsa mengaku tidak mudah dalam melakukan konservasi budaya di tengah perkembangan zaman. Ia mengaku tantangan terberat dalam konservasi budaya adalah menyamakan persepsi antar warga desa.
"Tantangan yang paling berat itu adalah menyamakan persepsi. Untuk mempunyai persepsi yang sama terkait pilihan kita menjadi desa wisata yang konsisten menjaga warisan budaya. Itu yang susah," ujar Wayan Sumiarsa.
Memiliki kebudayaan yang unik membuat Wayan Sumiarsa yakin jika konservasi budaya terus dilakukan maka Desa Penglipuran akan memiliki nilai jual yang tinggi dan tetap eksis di kemudian hari.
"Ketika kita mempunyai suatu barang yang unik, yang tidak dipunyai oleh orang-orang lain saya yakin itu akan menjadi nilai jual yang tinggi. Kayak Penglipuran sekarang. Itulah persamaan persepsi yang perlu kita carikan solusinya," kata Wayan Sumiarsa.
Wayan Sumiarsa juga selalu memberikan ruang kepada generasi muda Penglipuran untuk terlibat dalam pelestarian budaya dan tradisi di Desa Penglipuran.
Simak Video "Video Menteri ATR Nusron Bicara Pulau di Bali Dikuasai WNA: Ini Akan Kita Tertibkan"
(iah/iah)