Sebuah desa wisata di Pegunungan Hindu Kush, Pakistan mulai resah dengan Taliban. Kelompok ini melakukan serangan baru-baru ini.
Dilansir dari BBC pada Jumat (24/11/2023), desa di lembah Kalash terkenal sebagai tujuan wisata populer di Pakistan. Komunitas adat Kalash berada 400 km dari Islamabad, ibu kota Pakistan.
Tak seperti permukiman lain di kota, desa ini masih hidup secara tradisional. Sehari-harinya, warga adat Kalash memakai baju tradisional yang unik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warna baju mereka memiliki dasar hitam dengan rajutan warna cerah, seperti oranye, hijau muda, hingga ungu. Wanitanya menggunakan penutup kepala seperti topi dari bahan rajutan.
Masyarakat ini percaya bahwa mereka adalah keturunan Raja Alexander Agung dari Makedonia, Yunani. Masyarakat ini berbeda secara tradisi dari mayoritas muslim di Pakistan.
![]() |
Komunitas Kalash memuja dewa dan dewi. Mereka mengadakan festival untuk menandai musim dan pertanian. Pada saat itu, para wanita umumnya menyatakan cinta, kawin lari, atau bahkan bercerai.
Semua keceriaan itu mendadak sirna ketika militan Taliban melakukan serangan ke desa tersebut. Masyarakat ketakutan akan masa depan mereka.
"Saat itu pukul 04.00 pagi ketika kami melihat laki-laki turun gunung dengan sorban di kepala, ransel, senjata dan ikat pinggang peluru di sekeliling tubuh mereka," kata seorang penggembala Kalash, Michael (nama samaran).
Michael sedang membawa domba dan kambing ke padang rumput terdekat bersama ayahnya, paman dan seorang teman. Taliban menyerang lembah mereka.
"Ada Taliban di mana-mana, di balik setiap batu dan pohon. Salah satunya hanya berjarak beberapa langkah dari saya. Pasti ada lebih dari 200 orang," katanya.
Michael mengenang saat-saat penyerangan, ia bersembunyi di bawah batu besar selama 48 jam.
Kadatangan Taliban diketahui oleh pihak berwenang Pakistan. Untuk mempertahankan negaranya, Pakistan mengirim pasukan dan menunaikan pertempuran dalam dua hari. Setidaknya 5 orang petugas keamanan Pakistan dan 20 militan Taliban tewas dalam serangan itu.
"Rasanya seperti zona perang," kata Shaira, ibu dari dua anak yang tinggal di Lembah Kalash.
![]() |
Dalam ceritanya, Shaira menyebut ada ratusan tentara yang datang ke desa mereka. Kendaraan militer, drone, dan helikopter lalu lalang.
Desa yang tadinya tenang, seketika tegang. Mereka yang memulai penyerangan menamai diri mereka Taliban Pakistan (TTP).
Serangan seperti ini mulai sering terjadi di Pakistan selama beberapa bulan terakhir. Pihak berwenang di Pakistan yakin tujuan serangan itu adalah untuk menguasai Lembah Kalash yang penting dan strategis.
Warga desa kini mulai harus meraba masa depan. Mereka tak punya sumber daya untuk pergi dari desa. Pilihannya hanya hidup atau mati.
"Semua orang mengatakan Taliban datang untuk kami, warga Kalashi. Mereka akan membunuh kami atau memaksa kami pindah agama," kata Shaira.
Perang tersebut membuat pariwisata dan kegiatan sehari-hari warga terhenti. Kawasan lembah ditutup, turis dievakuasi, penduduk diinstruksikan untuk menjauh dan semua jalan menuju lembah dibarikade.
"Wisatawan memberikan manfaat bagi kami semua, dan setelah serang ini kami menghadapi kekurangan kebutuhan pokok," ujar Kai Meera, seorang tokoh masyarakat.
Sebelumnya, kelompok ini pernah melintasi perbatasan. Mereka merampas ternak warga dan menodongkan senjata. Warga adat takut kelompok ini akan kembali lagi di masa depan.
Ketakutan warga adat dijawab oleh wakil komisaris Pakistan. Pemerintah memutuskan untuk membentengi perbatasab dan meningkatkan jumlah pos pemeriksaan, serta meningkatkan keamanan perbatasan.
"Perang adalah baik, baik itu Taliban atau pihak lain. Pada akhirnya, kitalah, orang-orang yang tak bersenjata, yang menderita dan mati," kata Shaira.
(bnl/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan