Artikel terpopuler detikTravel masih seputar Gunung Sanggabuana di Karawang yang menyimpan keanekaragaman flora dan fauna unik. Salah satunya ular yang dikenal dengan julukan 'Si Naga Jawa'.
Gunung setinggi 1.291 mdpl di Kabupaten Karawang, Jawa Barat itu memiliki penghuni si naga Jawa Xenodermus javanicus yang menjadi penunggu setia tanah tertinggi wilayah eks karesidenan di era kolonialisme tersebut.
Xenodermus yang artinya kulit aneh, memang sesuai dengan tampilan ular kecil ramping berwarna hitam abu-abu gelap tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari situs Animalium-BRIN, penampilan ular ini memang mirip gambaran makhluk mitologi dengan sisik dan tonjolan terlihat jelas meski kecil.
Sisik kulit si naga Jawa ini berjajar di tubuh sepanjang 50 cm seperti yang ditemukan tim Sanggabuana Conservation Foundation (SCF).
Susunan sisik di bagian perut lebih rapat, rapi, dengan ukuran sama. Sedangkan area punggung berukuran lebih kecil dengan posisi berbeda, meski jarak antar sisik sama.
Ciri khas lain naga Jawa adalah tonjolan di sisi punggung yang disebut hemiphenial. Tonjolan hanya terdapat pada bagian atas tubuh ular dan tidak ditemukan di area perut. Sisik dan tonjolan bikin tubuh ular yang juga ditemukan di Sumatra dan Kalimantan ini makin bertekstur.
Laporan SCF juga menyebutkan adanya dua tanduk di bagian kepala, sehingga tampilan ular makin mirip naga kecil. Kepala ular terlihat berbentuk bulat telur dengan moncong segitiga.
Area moncong berwarna lebih terang, berikut perut dan bagian bawah tubuh ular. Sedangkan bagian atas lebih gelap yang berdegradasi makin terang di area bawah.
Dengan tampilannya yang mirip naga, Xenodermus javanicus mungkin mengundang keinginan untuk memelihara. Apalagi ular dengan tampilan imut-galak ini tidak berbisa dan tak menggigit. Namun situs Animalium-BRIN menyarankan untuk tidak memeliharanya, karena ular ini gampang stres.
Xenodermus javanicus hidup di habitat sejuk dengan ketinggian tempat lebih dari 1.000 mdpl. Ular menyukai daerah lembab dekat bebatuan tempatnya biasa bersembunyi, lengkap dengan aliran air. Biasanya ular ditemukan di tanah basah, dekat kayu busuk, dan mudah menemukan mangsa berupa katak.
Naga Jawa ini lebih suka tinggal di habitat asli tempatnya mencari makan dan berkembang biak. Xenodermus javanicus biasa hidup dalam lubang dan memperbanyak diri dengan cara bertelur. Betina dengan ukuran tubuh lebih besar akan memproduksi telur dalam jumlah banyak, yang kemudian menetas jadi ular dewasa.
Xenodermus javanicus ditemukan dalam eksplorasi tim SCF bersama Fakultas Biologi Universitas Nasional (UNAS) Jakarta pada 2022.
Lokasi penemuan naga Jawa ini adalah sekitar aliran sungai Cikoleangkak dengan air bersih dan sejuk. Ular ini dengan tampilan kulit kasar mirip biawak ini tertangkap kamera sedang memangsa anak katak.
Data International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan, ular ini berstatus least concern (LC) yang artinya berpotensi rendah mengalami kepunahan. Namun dengan karakteristiknya, ular ini sangat peka terhadap perubahan iklim dan cuaca. Artinya, naga Jawa ini bisa menjadi penanda terjadinya kerusakan lingkungan.
Jika terjadi penurunan jumlah naga Jawa, indikasinya adalah deforestasi makin luas terjadi di hutan hujan tropis Gunung Sanggabuana.
Kondisi sebaliknya terjadi jika hutan Sanggabuana tetap lestari dan sesuai untuk kehidupan hewan. Saat ini, Gunung Sanggabuana sedang dalam proses perubahan menjadi taman nasional setelah sebelumnya adalah hutan produksi.
Itulah berita terpopuler detikTravel, Selasa (5/8) kemarin. Selain itu, ada juga berita tentang pencairan emas di sungai Efrat yang mengering.
Warga kota Raqqa berbondong-bondong mendatangi sungai Eufrat. Kedatangan mereka untuk mencari butiran emas seperti dikatakan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW. Aksi tersebut dipicu oleh kemunculan gundukan tanah berkilau di dasar sungai yang baru-baru ini mengering akibat surutnya aliran air.
Tindakan yang awalnya hanya rasa penasaran segelintir orang, kini berubah menjadi penggalian emas yang masif tanpa koordinasi.
Tenda-tenda mulai bermunculan di sepanjang sungai. Para pemburu emas menggali tanah siang dan malam dengan peralatan sederhana seperti sekop dan cangkul.
Kegiatan perburuan emas yang dilakukan warga itu telah memicu munculnya pergerakan ekonomi mikro di sekitar lokasi. Namun, hingga kini belum ada campur tangan dari otoritas setempat maupun pemerintah.
Tidak ada regulasi resmi atau pengawasan keselamatan yang diterapkan, meski jumlah warga yang terlibat terus meningkat dan risiko lingkungan serta kecelakaan mulai mengintai.
Insinyur geologi lokal bernama Khaled al-Shammari pun memperingatkan agar masyarakat berhati-hati. Perlu penelitian mendalam terkait fenomena itu.
Ia menjelaskan meskipun endapan mineral memang umum ditemukan di sepanjang aliran Sungai Eufrat yang melintasi wilayah kaya mineral, penampakan tanah berkilau saja tidak cukup untuk memastikan keberadaan emas di sungai itu.
"Diperlukan analisis geologi mendalam untuk menentukan apakah endapan tersebut mengandung emas atau mineral berharga lainnya," ujar al-Shammari kepada Shafaq News.
Namun, ketidakpastian ilmiah tersebut tak menyurutkan semangat para warga. Bagi sebagian besar masyarakat Raqqa, momen ini bukan hanya peluang ekonomi, melainkan juga memiliki makna spiritual.
Sungai Eufrat yang mengalir melewati Turki, Suriah, dan Irak, telah menjadi sumber kehidupan sejak era Mesopotamia kuno.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penurunan debit air sungai itu telah memicu kekhawatiran regional, termasuk sengketa pembangunan bendungan di Turki hingga memburuknya kondisi kekeringan sungai tersebut.
Selain 2 berita terpopuler di atas, berikut artikel terpopuler detikTravel lainnya:
- Pelita Air Terbang Perdana ke Singapura, Ini Tarif dan Fasilitas Gratisnya
- Dokter Gigi Maling di Changi Bareng Istri, Sikat Dompet Kartu-Parfum Mewah
- Kisah Penyelam 5 Hari Bertahan Hidup di Gua Bawah Air, Ia Makan Ikan Mentah
- Codeshare Baru Garuda-SIA, ke Labuan Bajo sampai London Bisa Lebih Gampang
- 'Sin City' Semakin Mahal, Turis yang Datang Semakin Menurun
- Pasangan Bule Berbuat Mesum di Bus, Ngaku Cuma Main-main
- Tanduk Raksasa Ditemukan Warga Blora, Usianya Diperkirakan 200 Ribu Tahun
- Lokasi Ajang Pacu Jalur Jadi Kawasan Konservasi
Saksikan Live DetikPagi :
Simak Video "Menantang Diri Naik Ayunan Raksasa di Sulawesi Tenggara "
[Gambas:Video 20detik]
(ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom
Pendemo Tolak Kapal Pesiar Bawa Turis Israel Berlabuh di Yunani