Bali macet horor saat libur akhir tahun lalu seolah menjadi masalah klasik yang berulang di musim turis. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai ada yang salah dalam pengelolaan transportasi publik.
Kemacetan di Bali lagi-lagi menjadi perhatian. Terlebih pada saat libur Natal dan Tahun Baru 2023-2024 lalu. Di mana para wisatawan yang menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mesti turun dari kendaraan untuk berjalan kaki menuju bandara.
MTI menyebut hal itu karena sejauh ini kota-kota besar di Indonesia, tak terkecuali Bali, masih berfokus kepada pergerakan kendaraan pribadi atau car-oriented development.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bali itu kan semua pergerakan mereka mengandalkan kendaraan pribadi. Sehingga ketika kendaraan pribadi ini menjadi andalan, ya sudah barang tentu yang terjadi kemacetan akan ada dimana-mana," ujar Sekretaris Jenderal MTI, Haris Muhammadun, ketika dihubungi detikTravel, Rabu (3/1/2023).
"Nah, berbeda ketika angkutan umum apakah itu berbasis rel atau berbasis jalan juga dipadukan, diintegrasikan dalam melayani mobilitas kota-kota besar, terutama di Bali, maka tentunya share pergerakan itu akan menjadi lebih baik. Nah, sekarang ini yang terjadi di kota-kota besar lebih mengedepankan car-oriented development belum ke transit-oriented development," dia menambahkan.
Padahal, ia menjelaskan bahwa banyak turis dari berbagai negara yang berkunjung ke Bali sejatinya gemar bepergian dengan transportasi publik. Namun, sayangnya opsi transportasi publik tak banyak tersedia, sehingga para turis pun banyak menyewa kendaraan pribadi atau transportasi online.
"Turis di negaranya sana apakah itu di Eropa, di Jepang, di negara-negara yang maju, mereka juga senang melancong dengan menggunakan public transport. Nah sekarang ini kan yang ada hanya kendaraan taksi, hanya kendaraan online, yang itu kapasitasnya sedikit. Jadi, coba lihat di negara-negara lain, turis itu sebetulnya lebih senang menggunakan kendaraan-kendaraan publik transport," katanya.
"Karena sekarang di situ kota dalam hal ini Denpasar tidak ramah atau tidak mengarah kepada transit-oriented development, maka yang terjadi turis malah menyewa sepeda motor, ya karena pergerakan mereka yang dianggap lebih murah, lebih lincah itu sepeda motor gitu loh," sambungnya.
"Tapi itu salah, sehingga, yuk mestinya sama-sama sudah mulai, beralih dari car-oriented development dalam membangun kota, menjadi transit-oriented development, gitu loh," kata dia lagi.
Ia menyarankan Bali segera memiliki moda transportasi publik yang dapat mengangkut banyak orang dan dapat memecah kemacetan. Selain itu, penting juga transportasi tersebut terintegrasi dengan transportasi pengumpan yang lebih kecil, hal tersebut agar pergerakan masyarakat ataupun wisatawan dapat efektif.
"Dalam pedoman teknis perencanaan angkutan umum, itu ketika masyarakatnya jumlah penduduknya sudah melebihi daripada 1 juta orang, harusnya di trunk lane atau di jalur utama itu harus sudah menggunakan kendaraan atau public transport berbasis rel," ujar dia.
(wkn/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda