Bali Rusak dari Kesuksesan, Kemenparekraf: Tantangannya di Pengelolaan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bali Rusak dari Kesuksesan, Kemenparekraf: Tantangannya di Pengelolaan

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Senin, 19 Feb 2024 22:05 WIB
CANGGU, BALI, INDONESIA - MARCH 26: A foreigner tourist rides a motorcycle without helmet at a main road on March 26, 2023 in Canggu, Bali, Indonesia. Indonesian island of the gods plans to enact some rules for foreign tourists on operating motorcycles, scooters, and cars for travel around the island following a number of violations of traffic rules and bad behavior such as riding motorcycles without valid paperwork and helmets, driving recklessly, using fake Indonesian ID cards or abusing residence and work permits. (Photo by Agunng Parameswara/Getty Images)
Bule di area Canggu, Bali (Foto: Getty Images/Agung Parameswara)
Jakarta - Bali yang populer menyedot begitu banyak traveler dari berbagai negara. Namun, turis asing yang peka telah mengidentifikasinya sebagai tempat yang memprihatinkan.

Terbaru, media asing memuat akan pengalaman sejumlah turis yang datang ke Bali dan mereka berkomentar sedih. Pulau Dewata disebut jadi korban karena kepopuleran semata.

Menyikapi keadaan itu, Adyatama Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Nia Niscaya, mengatakan bahwa tantangannya dalam sisi pengelolaan. Karena, setiap tempat wisata memiliki kapasitas ideal.

"Iya sih memang ketika berbicara mass tourism, itu tantangannya adalah how you manage well, gitu ya. Bagaimana kita me-manage, mengatur jumlah visitors karena setiap destinasi itu kan pasti punya kapasitas," kata dia dalam WBSU Kemenparekraf, Senin (19/2/2024).

"Jadi mass itu tidak selalu buruk tetapi harus di manage dengan baik. Misalnya di satu destinasi ini ya bolehnya sekian. Pada waktu ini hanya sekian enggak bisa numplek semua, gitu loh. Ini kan mass," ungkap dia.

"Tapi pada jam-jam tertentu di tempat tertentu ya hanya boleh sekian jumlahnya sekian. Jadi menurut saya tantangan mass tourism adalah bagaimana kita menyeimbangkan dengan carrying capacity-nya dan memanage-nya, itu," imbuh dia.

Adyatama Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Nia NiscayaAdyatama Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Nia Niscaya (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)

Lalu, apakah Bali saat ini sudah terlalu penuh? Nia mencontohkan bahwa keadaan di sana saat ini sudah banyak dikeluhkan, terutama dalam hal kemacetan.

"Banyak orang mengeluh karena macet ya. Infrastrukturnya ya memang sudah harus waktunya untuk memanage. Dan satu juga mungkin perlu keseimbangan antara Bali utara dan selatan," kata dia.

Namun demikian, kata Nia, keadaan itu juga memiliki banyak faktor. Pertama aksesibilitas, yang kedua komunikasinya, karena selama ini mungkin atraksi lebih banyak di selatan.

"Padahal di utara juga banyak, di barat juga ada, nah ini memang menjadi tantangan kita untuk lebih gencar atau memberikan balance informasi atau promosi atas atraksi-atraksi di wilayah yang tidak padat karena biar ada perpindahan," tukas dia.

"Ini kan juga suatu cara me-manage yang sesuai dengan carrying capacity. Mudah-mudahan ini, saya kira itu sudah menjadi concern ya," dia menambahkan.

Dalam hal pencegahan jangka panjang, Bali telah menerapkan pungutan Rp 150 rupiah atau USD 10 bagi para wisman. Kata Nia, kebijakan itu juga akan membantu Bali dalam berubah menjadi lebih baik lagi mengikuti perkembangan turis yang masuk.

"Tentu Pak Sandi sudah mengingatkan dan juga pemda mencoba itu. Saya pikir juga itu kan tujuannya untuk itu kan," tegas dia.

Lalu bagaimana dengan massifnya pembangunan di sekitar Canggu dan sekitarnya?

"Pasti mereka punya AMDAL lah. Tapi poinnya ya perencanaan itu penting dihitung dampak lingkungan. Mestinya dampak ekonomi sosial lingkungan harus. Kan ada reparda (rencana induk pariwisata daerah)," jelas Nia.


(msl/wsw)

Hide Ads