Tahun 2002 silam, terjadi sebuah tragedi memilukan di Pacet. Puluhan wisatawan tewas tertimbun bencana tanah longsor. Bagaimana kisahnya?
21 tahun lalu, tepatnya Rabu 11 Desember 2002, sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri, pemandian air panas Padusan, Kecamatan Pacet, Mojokerto ramai dikunjungi wisatawan.
Bukan pemandangan yang luar biasa, karena situasi seperti itu sudah menjadi tradisi tahunan. Wisatawan dari berbagai daerah di Jawa Timur berbondong-bondong menghabiskan libur Lebaran di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merangkum sejumlah arsip pemberitaan, pemandian air panas Padusan hari itu diserbu ratusan wisatawan di momen libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Sepeda motor, mobil, hingga bus menyesaki area parkir.
Tak ada yang aneh sejak Rabu pagi. Hingga pada Rabu siang, hujan lebat mengguyur kawasan pemandian air panas yang terletak di lereng Gunung Welirang tersebut.
Alam seolah-olah sudah memberikan pertanda. Namun ternyata, pertanda itu tidak menyurutkan niat pengunjung untuk berwisata di area pemandian yang tersohor itu.
Orang-orang yang sedang mandi maupun berada di sekitar pemandian asyik menikmati liburan mereka. Tidak ada satupun yang mengira bahaya dari atas lereng Gunung Welirang sedang mengancam.
Beberapa saat usai hujan lebat, tepatnya sekitar pukul 15.30 WIB, musibah itu datang. Banjir bandang terjadi di kawasan gunung Welirang. Gemuruh disusul longsoran tanah dan potongan kayu-kayu gelondongan dengan cepat meluncur dari atas gunung.
Baca juga: Kampung Mati Dadakan di Bandung Barat |
Dalam sekejap tanah longsor menimbun lokasi pemandian dan membuyarkan kebahagiaan wisatawan. Suasana renyah tawa keceriaan, sontak berubah mencekam.
Air pemandian yang semula bersih, berubah menjadi hitam pekat. Tanah longsor juga mengempaskan para pengunjung di pemandian hingga ratusan meter.
"Saat itu saya di warung makan untuk istirahat. Saya lihat ada sekitar 25 orang yang sedang mandi di pemandian, ratusan orang di sekitar pemandian. Saya mendengar suara gemuruh yang disusul longsor dari atas gunung," ungkap Budi Joko, salah seorang pengunjung asal Surabaya, Rabu (11/12/2002).
Iptu Zaenal Reo Candra, yang saat itu menjabat sebagai Kapolsek Pacet mengatakan, tepat usai kejadian, empat korban meninggal dunia ditemukan di lokasi pemandian. Sementara sebelas orang lainnya ditemukan terseret hingga sejauh 30 meter.
"Empat korban meninggal di lokasi pemandian dan 11 lainnya ditemukan telah terseret arus hingga 30 Meter. Kondisi mayat rata-rata sulit dikenali karena terbungkus lumpur. Selain itu, ada mayat yang organ tubuhnya patah-patah dan hancur," katanya.
Korban kebanyakan anak kecil dan ibu-ibu. Jasad mereka langsung dievakuasi ke Puskesmas Pacet. Sementara korban selamat dibawa ke Rumah Sakit Sumberglagah dan Rumah Sakit Umum Mojokerto.
Wisata Padusan pun Ditutup
Kawasan wisata Padusan pun langsung ditutup untuk proses pencarian korban yang masih terkubur dan hilang. Namun, evakuasi terkendala waktu dan sulitnya medan. Upaya pencarian juga sempat dihentikan karena hujan.
Operasi pencarian korban longsor Padusan dilakukan hingga beberapa hari. Jumlah korban tewas pun simpang siur. Data kepolisian menyebut korban tewas 26 orang sedangkan data Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya menyatakan 29 orang tewas.
Berbeda lagi dengan catatan posko yang menunjukkan data 31 korban tewas. Saat itu, posko dipadati masyarakat yang mencari keluarganya yang hilang. Para korban yang belum ditemukan diduga tersapu air bah dan hanyut.
Kejadian tanah longsor itu bukanlah yang pertama kali terjadi di pemandian air panas Padusan. Jauh sebelum itu, longsor pertama terjadi pada 1987. Longsor kedua bahkan terjadi beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada 4 Desember 2002, namun tidak ada korban jiwa.
Longsor Padusan pada 2002 silam merupakan peristiwa ketiga kalinya. Tanah longsor terjadi karena gundulnya lereng Gunung Welirang.
Wilayah yang sejatinya menjadi daerah resapan justru tidak berfungsi dengan baik karena hutan di bagian hulu habis akibat penebangan liar.
"Jadi tanah longsor itu akibat Kondisi lereng Welirang yang memprihatinkan karena gundul akibat penebangan liar," kata Henny Suhendra yang saat itu menjabat Kepala Bagian Humas Pemkab Mojokerto.
------
Artikel ini telah naik di detikJatim.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum