Tim peneliti Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN) menyatakan telah menemukan jejak harimau jawa yang sejak lama dinyatakan punah. Tetapi, kini dibantah peneliti.
BRIN menyebut harimau jawa itu masih ada dengan bukti sehelai rambut. Rambut itu memiliki kecocokan DNA mencapai 97 persen.
Namun, dalam penelitian terbaru, temuan mereka soal harimau jawa dibantah oleh kelompok peneliti. Mereka mempublikasikannya dalam sebuah jurnal di bioRxiv bikinan Cold Spring Harbor Laboratory.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para peneliti itu adalah Zheng-Yan Sui, Nobuyuki Yamaguchi, Yue-Chen Liu, Hao-Ran Xue, Xin Sun, Philip Nyhus, dan Shu-Jin Luo. Mereka sepakat bahwa hasil mereka kontradiktif.
Mereka tergabung dalam lembaga swasta nirlaba dengan program penelitian yang berfokus pada kanker, ilmu saraf, biologi tanaman, genomik, dan biologi kuantitatif. Kedudukannya berada di Laurel Hollow di Long Island, New York, Amerika Serikat (AS).
Jurnalnya berjudul, 'Tidak Ada Bukti yang Dapat Dipercaya untuk Mendukung Keberadaan Harimau Jawa - Masalah Data Terkait Analisis DNA Sampel Rambut Terbaru'.
Mengutip Rabu (17/4/2024), para peneliti itu menyinggung makalah yang diterbitkan Peneliti mamalia, Ahli Utama Pusat Riset Biosistematik dan Evolusi BRIN, Wirdateti. Mereka menyebut bahwa bukti yang mendukung temuan itu sangatlah terbatas.
"Sebuah makalah yang baru-baru ini diterbitkan di Oryx oleh Wirdateti dkk. (2024) menyatakan bahwa harimau jawa yang telah punah mungkin masih bertahan hidup di Pulau Jawa, Indonesia, berdasarkan analisis mtDNA pada sehelai rambut yang dikumpulkan dari tempat yang diklaim sebagai tempat perjumpaan dengan harimau," kata mereka.
"Setelah menganalisis ulang data yang disajikan dalam Wirdateti dkk. (2024) dengan cermat, kami menyimpulkan bahwa hanya ada sedikit dukungan untuk pernyataan penulis," dia menambahkan.
Mereka mengatakan bahwa pengurutan DNA dari rambut harimau bukan berasal dari sumber yang semestinya
"Yang terpenting, sekuen dari rambut harimau yang diduga harimau dan spesimen harimau jawa di museum yang dibuat oleh para penulis bukan berasal dari DNA mitokondria sitoplasma harimau, tetapi lebih mungkin merupakan salinan nuklir DNA mitokondria," mereka menjelaskan.
"Selain itu, ketidakcocokan yang tinggi yang ditemukan antara dua sekuens "harimau jawa" yang dihasilkan oleh para penulis tidak lazim untuk sekuens homolog yang sama-sama berasal dari harimau dan karenanya mengindikasikan bahwa data tersebut tidak dapat diandalkan," tegas mereka.
Para peneliti itu juga mempertanyakan kualitas data dalam penyusunan makalah. Itu karena peneliti BRIN kurang memperjelas uraian mereka.
"Namun, terlalu sedikit rincian mengenai kontrol kualitas yang diberikan dalam Wirdateti dkk. (2024) untuk mengesampingkan kemungkinan kontaminasi yang terjadi selama proses produksi data," kata mereka.
"Sebagai kesimpulan, tidak tepat untuk menggunakan data yang tidak dapat diandalkan yang disajikan dalam Wirdateti dkk. (2024) untuk menyimpulkan keberadaan harimau Jawa," mereka menjelaskan.
Dalam jurnal ini, dijelaskan pula bahwa para peneliti yang menyanggah itu telah menyatakan tidak memiliki keinginan untuk bersaing.
(msl/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda