Bali Dilarang Obral Izin Bangunan Tepi Pantai dan Sepelekan Mangrove

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bali Dilarang Obral Izin Bangunan Tepi Pantai dan Sepelekan Mangrove

Femi Diah - detikTravel
Selasa, 12 Nov 2024 11:45 WIB
Ilustrasi Wisatawan di Pantai Canggu Bali. Usai pemberlakuan PPKM di beberapa wilayah Indonesia, ternasuk Bali, kawasan wisata di pulau dewata Bali Mati total. Kini sedikit dan perlahan mulai hidup kembali.
Ilustrasi wisata Bali (Rac Haryanto/detikcom)
Jakarta -

Bali dengan pesona wisata pantai juga dibayangi bencana alam. Pemerintah diminta untuk tidak mengobral izin pembangunan beach club, kafe atau pun hotel di kawasan sempadan pantai, juga diminta untuk mempertahankan hutan mangrove.

Belum lama ini, Finns Beach Club di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Bali, dilaporkan melanggar aturan sempadan pantai. Padahal, sempadan pantai merupakan zona penyangga yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat adat Bali yang memiliki nilai spiritual dan tradisi budaya yang tinggi. Munculnya bangunan komersial, seperti beach club di kawasan ini, memicu kekhawatiran mengenai penguasaan lahan dan penggunaan wilayah pantai.

Bisa jadi Finns Beach Club bukan satu-satunya bangunan komersil yang menumpang sempadan pantai. Bukan hanya pemilik atau penyewa bangunan, namun izin dari pemerintah juga dipertanyakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi, merujuk data penelitian oleh sekelompok peneliti dari Indonesia, Jepang, danTurkiye yang diterbitkan pada tanggal 29 Mei di jurnal Regional Studies in Marine Science menunjukkan garis pantai Bali menurun menjadi 662,59 kilometer dari sebelumnya 668,64 km antara tahun 2016 hingga 2021 dengan rata-rata -1,21 meter per tahun.

ADVERTISEMENT

Padahal, wilayah pesisir Bali sendiri sangat penting sebagai warisan sosio-ekonomi dan budaya, dan berfungsi sebagai pusat pemukiman bagi sebagian besar penduduk, penggerak perekonomian melalui pariwisata dan memiliki makna budaya, tradisional dan nilai religi yang mendalam.

"Jika terjadi cuaca ekstrem seperti di Valencia memang sulit untuk diantisipasi, mau sebagus apapun perencanaan kota, kota itu akan terdampak. Tetapi, jika cuaca normal, yang sudah terjadi secara terus-menerus dan berulang, untuk kawasan pariwisata Bali itu harus dijaga dari kenaikan air laut yang sudah terjadi. Karena, wisata pantai adalah salah satu keunggulan Bali," kata Dr. Hayati Sari Hasibuan, S.T., M.T adalah dosen dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI), dalam perbincangan dengan detikTravel beberapa waktu lalu.

"Bagaimana caranya? Yaitu, dengan mempertahankan buffer natural, yang adalah hutan mangrove. Hutan mangrove harus dijaga," kata Sari.

"Selain itu, pemerintah harus tegas, dalam hal ini adalah pemerintah Bali, tidak boleh memberikan izin pembangunan sembarangan. Negara lain, Jepang dan Hong Kong sudah menerapkan radius jarak dari pantai ke kegiatan manusia. Di Kuta kita lihat sampai di ujung pantai ada motor dan orang sampai itu sangat berbahaya, hotel, beach club," Sari menjelaskan.

Selain itu, Sari juga mengungkapkan dua aspek lain yang harus dijalankan Bali agar wisata pantai tetap terjaga sekaligus tetap menarik wisatawan.

"Selain untuk keamanan, penerapan radius jarak dari pantai ke bangunan itu juga untuk akses warga dan wisatawan, akses public space. Pantai itu bukan punya private, semua harus punya akses ke pantai. Pemerintah, terutama pemerintah di Bali, membuat suatu aturan main agar public space ini tetap bisa diakses," kata Sari.

"Selain itu, pemerintah Bali sudah harus menerapkan jumlah kunjungan yang disesuaikan dengan kapasitas. Selama ini kunjungan dibebaskan karena pemikirannya adalah profit, tetapi tidak disertai perhitungan pengeluaran potensi bahaya yang lebih besar yang bisa muncul. Belum tentu yang datang banyak, pendapatan juga tinggi," ujar dia.




(fem/fem)

Hide Ads