Tarikan royalti musik Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dikecam oleh pengusaha hotel dan restoran. Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas agar LMKN tidak mendahulukan jalur pidana dalam persoalan tata kelola royalti.
"Jangan sampai ini dijadikan perkara pidana yang didahulukan. Enggak boleh. Ini harus mediasinya," kata Supratman dikutip dari Antara, Kamis (14/8/2025).
Supratman mengatakan mediasi harus didahulukan jika terdapat polemik dalam pengelolaan royalti. Dia pun meminta komisioner LMKN untuk mengoordinasikan dengan para pihak yang berhubungan dengan tata kelola royalti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya minta kepada komisioner juga berkomunikasi dengan asosiasi perhotelan, asosiasi pusat belanja, asosiasi restoran atau apa pun namanya. Ajak mereka bicara, tentukan sikap," kata Supratman.
"Pada hakikatnya royalti dikelola secara bersama-sama. Sebenarnya royalti itu dari kita, untuk kita, oleh kita," dia menambahkan.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu. Ia menjelaskan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bersifat administrative penal law atau hukum pidana administrasi.
Dengan demikian, kata dia, pidana merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh (ultimum remedium) dalam sengketa terkait hak cipta. Sementara itu, penyelesaian utamanya bisa dilakukan melalui jalur perdata, arbitrase, pengadilan niaga, atau mediasi.
"Tuntutan pidana hanya dapat diajukan jika upaya perdata gagal vide (lihat) Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014," kata Razilu dalam sidang lanjutan pengujian materi Undang-Undang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Senin (30/6).
Menurut Razilu, ketentuan yang demikian menunjukkan bahwa sanksi pidana dalam Undang-Undang Hak Cipta tidak dapat serta-merta diterapkan untuk setiap pelanggaran hak ekonomi.
"Dalam hal ini, mekanisme alternatif penyelesaian sengketa harus dilakukan secara resmi dan oleh badan resmi yang diakui oleh pemerintah, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan juga badan lembaga lainnya yang juga diakui oleh pemerintah, serta dituangkan dalam berita acara mediasi di dalam pelaksanaannya," ujar dia.
Pengusaha restoran dan hotel resah dengan tindakan LMKN itu. PHRI di tingkat pusat dan daerah geram dengan cara menagih LMKN yang seperti preman.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Pesona Patung Rp 53 Miliar di Baubau, Sulawesi Tenggara Ini Faktanya!
Buntut Insiden Pembakaran Turis Malaysia, Thailand Ketar-ketir