Poin-poin Kebaruan dalam UU Kepariwisataan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Poin-poin Kebaruan dalam UU Kepariwisataan

Femi Diah - detikTravel
Senin, 06 Okt 2025 13:05 WIB
Menpar Widiyanti Putri Wardhana dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk mengesahkan UU Kepariwisataan
Menpar Widiyanti Putri Wardhana dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk mengesahkan UU Kepariwisataan (dok. Kemenpar)
Jakarta -

DPR RI resmi mengesahkan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada 2 Oktober. Berikut poin-poin kebaruan dalam UU Kepariwisataan itu.

Revisi UU Kepariwisataan terbaru itu merupakan yang kedua sejak era reformasi. Revisi pertama dilakukan pada 2009, menggantikan UU Nomor 9 Tahun 1990 yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman di dunia pariwisata.

Dalam revisi terbaru ini, definisi kepariwisataan mengalami perubahan besar. Jika sebelumnya hanya dimaknai sebagai segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata, kini kepariwisataan didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat multidimensi dan multidisiplin, yakni mencakup kebutuhan individu, negara, serta interaksi antara wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah, hingga pelaku usaha.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perbedaan paling mencolok dari perubahan UU Kepariwisataan itu adalah perluasan makna kepariwisataan itu sendiri. UU kini lebih inklusif, memberi ruang bagi masyarakat setempat, pelaku industri, dan seluruh elemen dalam ekosistem pariwisata untuk terlibat secara aktif.

Perubahan itu juga lahir sebagai respons atas perubahan arah pariwisata global. Dunia tak lagi melihat pariwisata hanya sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai medium untuk membangun keadilan sosial dan ruang tumbuh bagi komunitas lokal.

ADVERTISEMENT

Salah satu penyebab yang mendasari perubahan UU itu adalah ledakan pariwisata massal di berbagai belahan dunia. Sebab, tanpa pengelolaan yang adil dan berkelanjutan, pariwisata bisa merugikan masyarakat setempat. Maka, semangat baru dalam UU ini hadir untuk menjawab tantangan tersebut.

Ketua Panja RUU Kepariwisataan yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim menilai pengesahan UU Kepariwisataan menandai era baru paradigma pariwisata yang berkelanjutan.

"Pengesahan UU Kepariwisataan menunjukkan respons bersama antara DPR dan pemerintah atas dinamika dan kebutuhan masyarakat agar pembangunan pariwisata dilaksanakan secara lebih inklusif, berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat lokal," ujar Chusnunia beberapa waktu lalu.

Dia menyebut revisi UU Kepariwisataan itu juga menambahkan empat bab baru yang mengatur (1) perencanaan pembangunan pariwisata, (2) pengelolaan destinasi, (3) pemasaran terpadu, serta (4) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk digitalisasi.

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana juga menyebut UU Kepariwisataan itu menjadi paradigma baru yang membuat tata kelola pariwisata lebih terintegrasi. Jika sebelumnya hanya ada empat pilar pariwisata Indonesia, kini menjadi 12 pilar.

"Semua perubahan itu diarahkan untuk menjawab tantangan zaman, sekaligus menjaga keseimbangan ekonomi, budaya, dan lingkungan serta kebermanfaatannya untuk rakyat," kata dia.

Ya, sebelum revisi UU Kepariwisataan tahun 2025, pembangunan sektor pariwisata di Indonesia bertumpu pada empat pilar utama, yaitu destinasi, pemasaran, industri, dan kelembagaan.

Pilar destinasi berfokus pada pengembangan kawasan wisata, termasuk keindahan alam, budaya lokal, serta infrastruktur penunjangnya. Sementara itu, pemasaran pariwisata menjadi strategi untuk mempromosikan destinasi ke tingkat nasional maupun internasional, seperti melalui kampanye Wonderful Indonesia.

Kmudian, pilar ketiga, yaitu industri pariwisata, mencakup seluruh pelaku usaha yang terlibat, mulai dari hotel, restoran, agen perjalanan, hingga UMKM lokal. Terakhir, kelembagaan pariwisata menekankan pentingnya tata kelola, regulasi, serta peran aktif pemerintah dan lembaga terkait dalam mendukung pengembangan sektor ini.

Keempat pilar itu menjadi fondasi utama pengelolaan pariwisata nasional selama lebih dari satu dekade sebelum kemudian diperluas menjadi ekosistem pariwisata yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam revisi UU Kepariwisataan terbaru.

Widi menjelaskan perencanaan pembangunan dalam UU Kepariwisataan berkembang menjadi 12 pilar, yakni

1. Perencanaan kepariwisataan
2. Pendidikan
3. Pengelolaan destinasi pariwisata
4. Industri pariwisata
5. Pengembangan daya tarik wisata
6. Penyediaan sarana dan prasarana
7. Peningkatan kualitas sumber daya manusia pariwisata
8. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
9. Pemberdayaan masyarakat lokal
10. Pelibatan asosiasi kepariwisataan
11. Diplomasi budaya
12. Kreasi kegiatan (kreasi event/kegiatan pariwisata)

Rangkuman Kebaruan UU Kepariwisataan:

1. Definisi dan Terminologi yang Diperbarui

UU Kepariwisataan terbaru memperluas definisi istilah penting seperti wisata, pariwisata, dan kepariwisataan. Kini, kepariwisataan dipahami sebagai aktivitas yang multidimensi dan melibatkan interaksi berbagai pihak, tidak hanya sekadar perjalanan wisata.

Selain itu, istilah baru seperti ekosistem kepariwisataan dan warisan budaya secara resmi diatur untuk mendukung pengelolaan yang lebih holistik dan berkelanjutan.

2. Pendekatan Ekosistem Pariwisata

Pengelolaan pariwisata tidak lagi berdiri sendiri-sendiri, tetapi dianggap sebagai sebuah ekosistem yang terdiri dari banyak komponen saling terkait, seperti lingkungan, masyarakat, industri, teknologi, dan pendidikan. Pendekatan ini memastikan seluruh aspek dapat dikelola secara terpadu demi hasil yang lebih optimal.

3. Penguatan Peran Masyarakat Lokal dan Inklusivitas

Masyarakat lokal kini tidak hanya menjadi objek pariwisata, tetapi juga pelaku aktif yang berperan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan. Pendekatan ini bertujuan memberdayakan komunitas agar mereka dapat menikmati manfaat ekonomi dan sosial dari sektor pariwisata.

4. Penekanan pada Keberlanjutan dan Pelestarian Lingkungan

UU Kepariwisataan menekankan pentingnya pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan. Penggunaan sumber daya alam dan budaya harus dilakukan secara bijaksana agar pariwisata tidak merusak lingkungan, melainkan mendukung pelestarian jangka panjang.

5. Pengembangan Infrastruktur dan Teknologi Pariwisata

Pemanfaatan teknologi digital dan peningkatan infrastruktur menjadi fokus utama untuk meningkatkan pelayanan wisatawan dan mempermudah akses ke destinasi. Hal ini juga membantu pengelolaan destinasi secara lebih efisien dan modern.

6. Penguatan Tata Kelola dan Regulasi

Revisi UU ini juga memperkuat peran pemerintah dan lembaga terkait dalam mengawasi dan mengatur sektor pariwisata. Tata kelola yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan sekaligus menjaga kepentingan semua pihak yang terlibat.

7. Perlindungan dan Pengelolaan Warisan Budaya

Warisan budaya, baik yang berwujud maupun tak berwujud, diatur dan dilindungi secara tegas. Hal ini bertujuan menjaga nilai-nilai budaya asli sekaligus menjadikan warisan budaya sebagai daya tarik utama pariwisata yang berkelanjutan.

8. Fokus pada Pariwisata yang Berkeadilan

UU Kepariwisataan mengedepankan prinsip keadilan dalam pengembangan pariwisata dengan menghindari eksploitasi berlebihan dan dampak negatif dari pariwisata massal. Tujuannya agar manfaat pariwisata dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat, khususnya komunitas lokal.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Menikmati Keseruan Main River Tubing dan Melibas Arus Berliku di Banten, Banten"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads