Mendengar kata Merauke, pasti sebagian kita akan ingat dengan laguΒ 'dari Sabang sampai Merauke β Berjajar pulau-pulau β sambung menyambung menjadi satu β itulah Indonesiaβ. Itulah beberapa bait lagu nasional kebanggaan kita ciptaan R. Surarjo. Merauke merupakan kota/kabupaten yang berada di ujung timur nusantara. Wilayah yang masuk Propinsi Papua ini berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea (PNG).
Melalui program Aku Cinta Indonesia yang diinisiasi oleh detikcom, saya dan Erwin berkesempatan untuk mengunjungi wilayah di ujung negeri Indonesia ini. Inilah peristiwa yang sangat membanggakan untuk kami. Mengenal secara langsung gerbang timur nusantara. Kota yang sejauh mata memandang hanya berupa daratan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 10 jam dari Jakarta, Alhamdulillah, Selasa, 25 Oktober 2010 lalu, untuk pertama kalinya kami menginjakkan kaki di Bandara Mopah, Merauke. Saat itu hari masih siang, bersama pendamping kami, bang Leo dan driver taksi, Syarif, kami langsung meluncur ke Hotel Nirmala di Jalan Raya Mandala No. 66 yang jaraknya hanya sekitar 3 kilomter dari bandara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya sejarah kata Merauke sendiri cukup unik. Berawal dari kedatangan bangsa Belanda yang datang melalui Sungai Maro β sungai besar yang membelah Merauke - dengan kapal uap. Kedatangan mereka ini telah menarik perhatian Suku Marind β suku asli Merauke. Saat itu bangsa Belanda mengira kalau orang-orang Suku Marind dapat berbahasa melayu. Saat bertemu dengan Suku Marind tersebut, mereka bertanya mengenai sungai yang dilintasinya βSungai apakah ini?β. Mendengar itu, orang-orang Suku Marind memahaminya lewat bahasa gerakan tubuh. Kemudian mereka menjawab βMaro-Ka-Aheβ, yang artinya βini Sungai Maroβ. Akhinrya menjadi kata Merauke.
Perististiwa bersejarah ini telah diabadikan dengan didrikannya sebuah tugu di kota Merauke. Pada tugu ini terdapat patung dua orang lelaki Suku Marind yang berpakaian tradisional dan satu orang asing. Ketiga patung ini bersama-sama mengusuns sebuah benda berbentuk seperti gasing yang mengerucut keatas. Pada tugu tersebut juga terdapat tulisan βIzakod Bekai Izakod Kaiβ yang artinya βSatu Hari Satu Tujuanβ.Β Sedangkan tulisan lainnya βMaroka Eheβ dan gambar wilayah Kabupaten Merauke terpatri pada sebuah bola di tugu tersebut.
Untuk saya dan Erwin atau mungkin juga anda yang belum pernah ke Merauke, pasti berpikir kalau kota ini hanya di huni oleh saudara-saudara kita dari Papua saja. Namun, kenyataannya sebaliknya begitu melihatnya berbagai suku bangsa dari dari daerah-daerah di Indonesia berbaur di disini. Mulai dari bandara, driver taksi kami yang dari Kei, Ambon hingga pegawai hotel tempat kami menginap yang berasal dari Ambon, Sulawesi, Jawa dan Papua. Suasana kota yang ramah, nyaman dan akrab itu yang kami rasakan saat itu.
Pada hari pertama di Merauke, kami langsung menuju rumah makan yang terletak di depan Hotel Nirmala untuk mencicipi kuliner khas kota ini, daging Rusa. Inilah salah satu kuliner khas yang harus anda rasakan jika berkunjung ke Merauke. Seporsi daging rusa lada hitam bisa anda dapatkan dengan harga Rp. 30.000,-. Rasanya empuk dan cukup unik. Rumah makan ini dimiliki seseorang dari daerah Sulawesi. Para pelayan dan juru masak rumah makan ini berbaur dari Sulawesi dan Papua.Β Kuliner lainnya yang tidak boleh anda lewatkan adalah Karaka atau kepiting bakau yang lezat serta udang dan berbagai menu ikan bakar.
Beberapa tugu yang menjadi tempat penting sejarah Indonesia dan Merauke pada khususnya adalah Tugu Pepera. Tugu yang terletak di pusat kota ini merupakan bentuk pernyataan sikap masyarakat Irian Barat, Merauke pada khususnya sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia. Tidak terpisahkan dari Sabang sampai Merauke. Pada tugu ini terdapat prasasti yang menuliskan pernyataan tersebut dan diresmikan oleh Presiden Soeharto tahun 1969.
Tugu lainnya adalah Monumen LB Moerdani yang terletak di Distrik Tanah Miring. Monumen ini dibuat masyarakat sekitar untuk memperingati penerjunan pertama TNI pimpinan Mayor LB Moerdani pada tanggal 4 Juni 1962 untuk pembebasan Irian Barat.
Ada juga Tugu Kembar Sabang-Merauke di Distrik Sota. Tugu ini hanya ada dua di Indonesia. Satunya berada di wilayah Sabang, Aceh. Tugu lainnya yang letaknya tidak jauh dari tempat ini adalah Tugu Perbatasan RI-PNG, juga di Distrik Sota.
Tempat lainnya yang menarik adalah jembatan terpanjang di Kabupaten Merauke, Jembatan 7 Wali-Wali. Dari jembatan yang sepanjang sekitar setengah kilo meter yang melintas di atas Sungai Maro ini kita dapat menyaksikan matahari terbit maupun terbenam.
Tentu saja yang tidak boleh dilewatkan adala menyaksikan matahari terbenam serta aktifitas nelayan serta masyarakat di Pantai Lampu Satu, Pantai Buti ataupun pantai di Cagar Alam Kumbe.
Menyusuri Taman Nasional Wasur (TNW) adalah agenda yang tidak pisah terpisahkan di Merauke. Disini kita dapat menyaksikan Musamus β gundukan tanah rumah rayap yang tingginya dapat mencapai 5 meter lebih. Belum lagi hewan khas seperti mamalia berkantung seperti hewan jenis Kangguru, dan tikus pohon. Juga burung Kasuari, Rusa dan lain-lain. Tensu saja berbagai flora dan fauna serta alam TNW yang khas dan indah.
Satu yang pasti walaupun berada di ujung timur nusantara, di Merauke anda akan dapat rasakan suasana pembauran dan keramahan khas Indonesia. Berbagai tempat dan sejarah yang mengiringinya menjadikan Merauke sebagai pintu gerbang timur Indonesia yang harus di kunjungi oleh kita semua. Karena di kota yang juga mendapat julukan Kota Rusa ini, kita juga akan merasakan suasana Indonesia yang sebenarnya.
Komentar Terbanyak
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Wapres Gibran di Bali Bicara soal Pariwisata, Keliling Pasar Tradisional