Susur Sebatik

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sayyed Fahrul Pratama Almahdaly|5164|KALTIM 1|36

Susur Sebatik

- detikTravel
Kamis, 05 Mei 2011 14:20 WIB
KALIMANTAN TIMUR - Kami sedang berada di atas kapal yang bertolak dari Pulau Sebatik untuk kemudian berangkat dengan penerbangan perintis ke Malinau. Kapal berkapasitas 30 orang ini sudah disesaki 50 orang penumpang yang hendak merapat ke pelabuhan Tangkayu, Tarakan. Perjalanan 3 jam ke depan adalah perjalanan panjang yang akan saya pakai untuk beristirahat.

Dua hari kemarin kami menghabiskan waktu untuk menjelajahi empat desa swasembada yang ada di Pulau Sebatik. Jelajah pulau dimulai dengan mengunjungi Tapal Batas, sebuah tiang pancang perbatasan Indonesia – Malaysia. Perbatasan dijaga ketat olah pasukan marinir dan personil angkatan laut. Tulisan β€œNKRI Harga Mati” dan simbol-simbol nasionalisme lain banyak terlihat. Bangga melihat semangat Aku Cinta Indonesia disini.

Perjalanan kami lanjutkan ke Aji Kuning untuk melihat rumah Indonesia – Malaysia yang sudah menjadi landmark Pulau Sebatik. Rumah kokoh sederhana milik Pak Anwar pun kami temukan 20 km dari pusat kota di Sungai Nyamuk. β€œRumah saya terasnya ada di Indonesia, dapurnya ada di Malaysia. Alhamdulillah tidak ada masalah selama tinggal disini. Petugas patroli Malaysia yang mau masuk juga selalu minta izin ke saya,” begitu keterangan yang kami dapat dari Pak Anwar. Soal nasionalisme jangan ditanya. Semua warga di Desa Aji Kuning adalah Warga Negara Indonesia yang berperan serta aktif dalam pembangunan. Kata Pak Anwar, β€œKami cinta Indonesia. Saya disini dari tahun 1965 masih jadi warga Indonesia, masih setia bayar pajak, masih terus ikut pemilu.”

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bersama teman yang juga penduduk lokal kami menjelajahi objek wisata Pulau Sebatik keesokan harinya. Setelah melalui jalan berlumpur kami sampai di Sungai Taiwan yang ternyata bukan sungai melainkan pantai. Sungai Taiwan masih belum tersentuh program reklamasi pantai dan sayangnya belum pula tersentuh oleh investor bidang pariwisata. Salah satu kawasan pantai yang dinamakan Batu Lamampu dipercaya sebagai tempat sembahyang dan meminta jodoh. Kami, Petualang Lajang, dengan berat hati melewatkan kesempatan untuk mencoba peruntungan meminta jodoh disana karena air sedang pasang. Ah..

Kembali ke Sungai Nyamuk, kami berkunjung ke rumah teman baru, menikmati hidangan nasi ketan dan kopi yang pantang ditolak. Kebudayaan ini disebut kepunan. Pendatang yang ditawari nasi ketan, nasi goreng, atau kopi dilarang menolak. Menolak berarti mendapatkan bala. Menolak juga tidak menjadi pilihan buat kami, masakan penduduk setempat memang pantang dilewatkan, terlalu nikmat.

Persahabatan singkat dengan duta wisata Pulau Sebatik, Yuni dan Idah. Undangan makan malam di rumah Dokter Nanda dan Zulkifli. Perjalanan menjelajahi Sebatik dengan supir kami yang pandai bergurau, Pak Bedu. Semuanya membuat hati kami berat untuk meninggalkan Pulau Sebatik.

Kunyah sirih di bawah waru, sambil duduk di atas batu.
Terima kasih sahabat-sahabat baru. Sampai bertemu lagi di lain waktu.
(gst/gst)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads