Perempuan Suku Karen, Si Cantik Berleher Jenjang dari Thailand
Minggu, 18 Jan 2015 10:19 WIB
Kata Waktu
Jakarta - Suku Karen yang mendiami Thailand termasuk suku paling unik di dunia. Para wanita suku ini mengenakan cincin tembaga di leher mereka sedari kecil, hingga dewasa. Bertemu suku Karen di pedalaman utara Chiang Rai sungguh menjadi pengalaman yang tak terlupakan.Akhirnya pesawat kami mendarat dengan selamat di bandara Chiang Rai yang terletak di Thailand Utara, berbatasan dengan Laos dan Myanmar. Perjalanan udara dari kota Bangkok ditempuh selama 1,5 jam dan tibalah kami di kota berhawa sejuk seperti di kawasan Puncak.Chiangrai memang di kelilingi bukit-bukit dengan hutan tropis yang masih banyak. Kota ini tidaklah terlalu besar dan sudah habis di kelilingi dalam waktu 1 jam saja. Tetapi tujuan utama kami bukanlah di kota ini, tetapi sebuah desa kecil di utara Chiang Rai yang menyimpan keunikan tersendiri.Setelah menyewa mobil di bandara Chiang Rai, kami segera menuju ke hotel untuk rehat sejenak. Selepas rehat, kami meneruskan perjalan menuju ke kota Mae Sai, sebuah kota terdekat dari Chiang Rai yang ditempuh selama 1 jam perjalanan. Tidak ada petunjuk pasti untuk menemukan desa unik yang dihuni oleh suku Karen. Terpaksa kami harus bertanya kepada polisi setempat yang sayangnya mereka tidak bisa berbahasa Inggris. Sehingga saya hanya menunjukkan peta dan menggunakan bahasa tarzan.Akhirnya setelah menemui petunjuk kami meneruskan perjalanan, sekali lagi tanpa petunjuk wisata yang jelas, kami harus bertanya ke kantor polisi terdekat. Setibanya di kantor polisi tersebut, kami disangka warga Thai sehingga disambut dengan bahasa Thai. Dan saya segera membalas dengan bahasa Inggris yang tidak dimengerti oleh mereka. Sekali lagi dengan bekal peta dan foto suku karen dihandphone, mereka akhirnya mengerti dan memberikan petunjuk arah kepada kami.Jalanan berbukit dengan hutan di kanan kiri dan sedikit perkampungan, kami jelajahi. Suasananya mirip seperti kami berpetualang di pedalaman Sumatera, Kalimantan ataupun Sulawesi. Hampir 1 jam akhirnya kami menemukan titik terang, beberapa wanita ala suku karen menjajakan cinderamata dipinggir jalan. Hampir saja kami terlewati sebuah tanda masuk bertuliskan Suku Karen. Tidak ada pintu masuk khusus seperti tempat wisata lainnya di Thailand.Karena memang lokasi tersebut hanyalah sebuah desa kecil seperti desa di Indonesia. Setelah memarkir kendaraan, kami harus berjalan menuruni sebuah bukit dan diharuskan membayar 100 Baht per orang sebagai kontribusi bagi kelangsungan desa suku karen tersebut. Ternyata kami harus menuruni jalan setapak yang terbuat dari tanah liat yang masih basah karena hujan baru saja turun.Setelah berjalan menelusuri jalan setapak tersebut, akhirnya tanda-tanda suku Karen mulai terlihat. Beberapa lapak kosong dengan kain-kain terjurai, tidak berapa lama kami melihat seorang gadis yang cantik dan ramah dengan gelang tembaga melingkari lehernya, menawarkan kami hasil kerajinan kain rajutnya. Tidak mahal, satu buah kain kecil rajutan hanya seharga 100 Baht (Rp 38 ribu). Saya membeli dua buah kain dan melanjutkan menuju ke desa mereka.Di sudut desa tampak beberapa wanita tua dengan leher dikalungi tembaga. Wow! Konon para wanita suku Karen sejak umur 7 tahun sudah dipasangi ring tembaga di lehernya. Semakin bertambah usia, semakin banyak ring yang terpasang di leher mereka.Sungguh terasa menyakitkan tradisi tersebut. Salah satu wanita yang berusia sekitar 50 tahun, bernama Mata, ia bisa berbahasa inggris dengan kami. Setiap pengunjung diharapkan membeli kain hasil tenunan mereka dengan harga berkisar 100-400 Baht (Rp 38-155 ribu) tergantung dari besar kecilnya hasil kain tenun tersebut.Para wanita hidup dari para wisatawan yang berkunjung dan dengan harapan bisa membeli kain hasil tenunan mereka. Ibarat sebuah museum hidup, di sini kita bisa berfoto dan melihat cara mereka menenun selembar kain. Apabila berwisata ke desa ini dengan rombongan, berbagilah berbelanja dengan wanita suku Karen yang lainnya, agar bisa membantu kelangsungan hidup mereka. Konon suku karen adalah suku terpencil yang berasal dari Myanmar dan mereka melarikan diri dari desa asal mereka dan ditampung oleh pemerintah Thailand.Setelah puas berfoto bersama Mata, ada sedikit perasaan sedih ketika berpisah dengan mereka. Senyuman mereka begitu bermakna bagi saya pribadi. Dan kamipun kembali menuju ke kota Chiang Rai yang ditempuh selama hampir 2 jam perjalanan darat. Sungguh luar biasa masih diberi kesempatan melihat suku Karen yang masih menjunjung tinggi budaya mereka.
Komentar Terbanyak
Viral WNI Curi Tas Mewah di Shibuya, Seharga Total Rp 1 M
Daftar Negara Walk Out Saat Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB
Perjuangan Palestina Merdeka: 157 Negara Mendukung, 10 Menolak, 12 Abstain