Berlebaran di Gunung Sumbing
Selasa, 27 Sep 2011 15:02 WIB

Jakarta - Lebaran sebentar lagi, 1432 H atau tepatnya 31 Agustus 2011, seluruh Β umat Islam merayakan kemenangan dihari yang fitri setelah sebulan penuh menjalankan ibadah yang menguji kesabaran. Namun, ada yang berbeda dengan rencana kali ini, teman-teman berencana untuk mengadakan pendakian ke Gunung Sumbing, tepat di lebaran hari ke-2. Rencana sudah dibuat, wacana dan planing sudah matang, tinggal menunggu hari H.Hari H tiba, tepat pukul 19.30 Tutu dan Kang Tege serta Kang Nyots sudah tiba di Stasiun Kota. Sementar aku, P(f)aisal, dan Wawan "Bimbim" tuber masih di jalan sedangkan Kang Sob jalan via Bandung. Tepat pukul 20.30 kita semua kumpul dan mencari gerbong untuk mendapatkan tempat duduk. Yup, akhirnya kita mendapatkan tempat duduk yang kita harapkan. Pukul 21.30 kereta mulai bejalan dengan perlahan meninggalkan Kota Jakarta yang sedang sepi karena di tinggal penghuninya untuk mudik lebaran, sementara kita-kita mudik untuk mendaki, mencari pesonanya Gunung Sumbing. Pagi hari di Semarang, Stasiun Poncol kita jumpai, dan Kang Sob sudah menunggu di sana. Sementara teman-teman yang lain ada yang nge-charge hp, minum kopi, dan ada yang ke toilet sambil istirahat sejenak. Tak lama beristirahat segera kita menuju Terminal Semarang yang kemudian melanjutkan ke daerah Garung Wonosobo. Setelah 4 sampai 5 jam perjalanan kita tiba di pertigaan Garung, persis ada masjid, dan kita sempatkan untuk shalat jumat berjamaah di sana. Dan, tahukah kawan, makan siang yang tak terlupakan dengan brongkos dan bebek gulai, ehm yummy. Selanjutnya kita melakukan persiapan untuk naik. Untungnya Kang Sob tak lupa untuk membungkus nasi yang pada akhirnya sangat bermanfaat buat kita-kita di tengah jalan. Pukul 16.00 atau setelah ashar kita mulai berjalan. dengan semangat '45 kita berjalan menyusuri ladang-ladang tembakau. Medan belum terlalu berat masih landai dan masih bisa bercengkrama. Akhirnya kita menemui jalan berbatu, semua medannya batu yang sepertinya sudah di tata sedemikain rupa, namun tetap keindahan puncak Gunung Sumbing di sore itu sudah tampak dengan perpaduan cahaya matahari, dan keringnya gunung, tampak kemerahan puncaknya. Sambil menikmati indahnya suasana sore itu kita bercerita, ada yang bergaya climbing, dan ada yang menikmati perjalanannya dengan khayalannya masing-masing. Hari semakin gelap tapi cahaya mentari masih terlihat samar, ketika mata tertuju ke belakang, indahnya Gunung Sindoro--yang konon adalah istrinya Gunung Sumbing--mampu membelalakkan mata kita, dengan siluet yang berwarna jingga keemasan dipancarkan dari cahaya matahari, semua ini terlihat begitu eksotis dan cantik. Sementara awan-awan itu bergelombang laksana ombak yang saling bersahutan, amazing, P(f) dan Kang Sob langsung mengambil senjatanya untuk mengabadikan momen itu. So nice, "Ini belum sampai puncak lho, masih jauh," kata seorang penduduk setempat yang sedang berjalan. Namun, pesonanya sudah meracuni kami. Menjelang maghrib kita tiba di bibir hutan karena medan sebelumnya adalah bebatuan yang ditata dengan rapi, nah di bibir hutan ini, kita di hadapkan dengan medan tanah dengan debunya yang luar biasa. Memang Gunung Sumbing ini terkenal dengan kegersangannya. Kami terus berjalan, berjalan dan berjalan. Peluh mulai membasahi tubuh kami, hembusan angin mulai merayapi kulit kami, kantuk mulai menghadang, dan debu semakin ganas menyerang tapi semua itu terkalahkan dengan semangat teman-teman. Dan yang lebih hebatnya lagi, Tutu satu-satunya bidadari di antara bidadara-bidadara, begitu gigih melawan medan yang bisa dibilang berat.Kami selalu melihat peta yang dibagikan di pos awal pendakian dan aku sampai salah baca pos pula karena definisi yang diberikan di peta tersebut dengan medan yang kita lalui sepertinya sama, dan aku beranggapan bahwa kita sudah memasuki pos pestan. Namun, ketika ada tulisan pos di pohon, rupanya kita masih di pos 2, masih jauh unutk rencana awal kita yang ingin nge-camp di Pestan. Akhirnya kita putuskan untuk nge-camp dan mencari tempat yang memungkinkan untuk mendirikan tenda. Mengingat energi yang sudah kita keluarkan sangat besar dan kita membutuhkan istirahat untuk mengembalikan energi kembali. Diambil keputusan bahwa yang membawa tenda untuk berjalan di depan, jika menemukan tempat maka bisa langsung untuk mendirikan tenda. Kang Tege, aku, dan Kang Nyot jalan di depan untuk mencari lokasi, tak berapa lama kita sudah mendapatkan tempat yang lumayan layak untuk nge-camp, segera buka tenda, dan menyiapkan segalanya. Tenda berdiri dan siap kita untuk masak dan ngopi-ngopi. Kita tidak tahu view yang akan kita lihat keesokan paginya karena pada saat itu malam menjelang, kira-kira pukul 22.30. Makan malam tersedia, kopi tidak ketinggalan, menu kita adalah mi rebus, telur dadar, dan nasi. Apalagi yang lebih indah dari ini, kebersamaan dengan sahabat yang hanya bisa ditemui di antara rerimbunan hutan dan desahan angin yang merayapi pori dan kulit kita. Namun, hangat terasa, makan malam yang begitu indah di temani dengan cahaya bulan yang dihiasi jutaan gemintang, makan malam yang bukan hanya bisa mengganjal perut tapi juga mempunyai sensasi yang luar biasa yang menurutku mengalahkan candle light dinner-nya orang-orang ternama. Setelah itu kami bergegas masuk tenda, ambil jaket, dan SB karena angin mulai merayapi kembali masuk melalui pori-pori yang membuat badan menggigil.Sayup terdengar ada yang mengucap astaghfirullah, entah siapa yang berucap demikian, namun itu membangunkan aku dari mimpi indah. Aku takjub, terpesona dan mengagungkan nama tuhan juga, pemandangan yang luar biasa, Gunung Sindoro begitu anggun menampakkan kecantikan, dibaluti oleh awan gemawan laksana ombak bersahutan di kejauhan Gunung Slamet sedang batuk-batuk kecil memuntahkan abu vulkaniknya. seperti biasa P(f) dan Kang sob langsung mengambil senjatanya, mengabadikan momen itu, setelelah puas, kita memasak, membuat sarapan, membuat kopi, dan repacking untuk melanjutkan perjalan. Tepat pukul 09.00 kita melangkahkan kaki kembali untuk melewati batuan dan debu yang semakin ganas, medan semakin terjal, rupanya kita nge-camp dekat dengan pos 3 atau Pestan yang konon di pos ini adalah tempat bertransaksinya makhluk gaib. Kita beristirahat sejenak melepas lelah dan menikmati pemandangan yang semakin eksotis. Masih ada beberapa pos lagi yang akan kita lewati, Pasar Watu, Watu Kotak, saya lupa satu lagi, seingat saya ada kata putih-putihnya, dan baru puncak. Aku bergumam, "Kami tetap semangat untuk menggapai asa di puncak Gunung Sumbing." Untuk meringankan beban kita, kami mendirikan tenda untuk menaruh barang-barang atau tas kita di pos Pestan itu, dengan harapan beban kami tidak terlalu berat di pundak sehingga dapat meringankan langkah kita untuk menapaki jalan setapak yang penuh dengan batuan, debu, dan punggungan gunung. Punggungan gunung padang sabana yang luar biasa. Benar saja, dengan hilangnya beban kita di pundak, langkah kita semakin nyaman tapi medan yang semakin terjal dan debu yang tiada hentinya menghembuskan uap-uap yang membuat langkah kita semakin lambat. Tenggorokan semakin kering, dengan tekad yang kuat kita kalahkan itu semua. Pos Pasar Watu tiba, seperti biasa kita istirahat sejenak dan menikmati suasana alam yang mengagumkan, perpaduan antara awan, sabana dan gunung yang dilingkari awan, membuat kaki-kaki kami terobati laksana obat pelemas otot, kami masih lanjut lagi untuk mencapai pos Watu Kotak, akhirnyaΒ kita dapat bonus, kenapa bonus? ya karena medan yang kita lalui sedikit menurun, alhamdullah. Namun itu hanya beberapa meter saja, selanjutnya tanjakan terjal sudah menunggu didepan mata, kami terus berjalan menatapinya, langkah-langkah kami mulai gontai rasa lelah kembali mnghampiri kami, Kang Nyot bahkan sampai tertidur pulas di tengah jalan karena menikmati kepalanya yang memang sudah pusing dari tadi. Halangan itu kami lalui, bidadari satu-satunya tetap melangkahkan kakinya dan aku sangat kagum dengan tekadnya, tekad yang harus aku tanamkan kepada diriku sendiri. Watu Kotak akhirnya kita jumpai dan seperti biasa, kita istirahat sejenak..kawan, menurutku setelah pos ini adalah pos yang sangat sulit, terjal, berbatu dan berdebu semua bersatu padu menghasilkan suasana yang sangat memberatkan langkah-langkah kami. namun kita semua terus berjalan berjalan dan berjalan, dengan satu tujuan ingin mencapai puncak Gunung Sumbing. aku terseok, tergelincir, merosot dan melemah namun ku kuatkan tekad untuk meraihnya. tahukah kawan? kelelahan, kekuatan mental di alam raya, survive, dan keteguhan dalam mencapai asa di alam raya (gunung), membuat kita sadar atau tidak sadar akan di refleksikan dalam kehidupan kita sehari-hari, aku percaya itu dan sedikit banyak akan membuat kita bijaksana dalam mengarungi kehidupan ini. Medan terjal, berbatu, berdebu itu kita sudahi, tepat pukul 03,00 kami tiba di puncak Gunung Sumbing. Batuan cadas, kawah yang luas sisa letusannya dan pemandangan yang tidak tertutpi oleh apapun dapat kami saksikan dengan mata kami, aku yakin, dalam kepala sahabat-sahabatku, mereka mempunyai cerita sendiri-sendiri, kami saling bersalaman menucap syukur dan menikmati puncak Gunung Sumbing. Tercapai juga kami berlebaran di Gunung Sumbing, terealisasikan juga wacana yang sempat tertunda bersama kang Tege. Kami nikmati suasana itu, p(f) dan Kang Sob seperti biasa dengan senjatanya selalu mengabadikan moment-moment yang luar biasa itu, kami berdiri di batuan tertinggi di gunung sumbing, waw luar biasa. oh iya kawan, sepatu pamungkas wawan"bimbim" Tuber diabadikan di sana. sepatu yang akan mempunyai kenangan dengannya. Kami tidak lama menikmati suasana puncak gunung tersebut, karena pukul 03.30 kami harus kembali turun agar tidak kemalam sampai base camp. aku berfikir dengan medan turun seperti ini akan lebih mudah dan tidak menguras tenaga, namun kawan, setelah aku jalani ternyata fikiranku salah medan turun ternyata lebih menguras energi dan tenaga. pertahanan dengkulku sedikit goyah, telapak kakiku mulai tak terkendali paha ku sudah tidak terkontrol lagi. dan aku yakin semua sahabatku juga demikian. Langkah-langkah kami semakin gontai, Tutu sudah terkilir dan membuat jalannya semakin lambat. di tengah jalan kami selalu bergumam, teh manis...teh manis...teh manis..tahukah kawan, kenapa kami selalu bergumam demikian. dari pos pestan sampai bawah, kami mempunyai perbekalan air masing-masing hanya 1/16 aqua botol kecil, 2 buah agar-agar dan beberapa permen, hanya itu perbekalan kami dan itu harus kami hemat untuk mencapai base camp. i will survive. Kami terus menuruni lembah, dan padang savana, it's amazing di pos Pestan kami mendapati sebuah pemandangan yang luar biasa, matahari terbenam secara perlahan, Kang Sob dan P(f) mengabadikannya. luar biasa. matahari perlahan-lahan tenggelam diantara awan dan sisi kiri gunung slamet yang batuk kecil dari tadi, sungguh, aku takjub dengan fenoma alam ini. Teh manis..Teh manis.. masih menggema di telinga kami-masing masing. akhirnya kita tiba di pos atau ladang tembakau dengan medan berbatu yang sudah di tata rapi. hhhufttttttth.. ini merupakan medan yang membuat langkah dan punggung kami semakain tertatih, lunglai dan tak henti-henti aku bergumam. "kok ga sampe-sampe yak".Β Akhirnya setelah melewati itu semua tepat pukl 22.40 kami semua tiba di base camp Garung. namun sayang, pos tersebutr sudah penuh dengan para pendaki yag hebdak naik keesokan paginya, akhirnya kami di perkenankan menginap di rmah Pak Jamal, ya seorang yang menjaga pos pendakian di Garung. Kami istitahat sejenak dan tahukah kawan, gumamam kami tadi di tengah gunung, tereaslisasi, ya teh manis dengan aroma khas Garung tiba, segera kami membantainya, tigaΒ gelas, tiga gelas dua gelas, luar biasa, pelajaran moral no 101 yang saya dapatkan, berucaplah yang baik-baik saja, karena ucapan adalah doa, kawan. sangat puas kami menikmati teh manis, setelah itu kami istirahat untuk melanjutkan pulang keesokan harinya. Pagi tiba dan siap untuk kembali ke Jakarta. kami bersiap untuk menuju semarang, namun, bis yang akan kita tumpangi semuanya full, penuh dan samapai2 miring pula. kami membatalkan niat. akhirnya kami menuju terminal Wonosobo, namun sama saja. semuanya bis penuh,Β jadi aku hanya ngopi di wonosobo. Jalur yang kita lalui akhirnya adalah Garung-Wonosobo-Temanggung-Secang-Yogya...Yogya..Yogya..Yogya. Tidak terfikir untuk ke Yogja, namun akhirnya kita menikmati suasana Yogya nan khas. Kang Sob dan Tutu pulang lebih awal menggunakan bis karena ingin masuk kerja hari seninnya. aku, Kang Tege, Wawan "bimbim" tuber, Kang Nyotz dan P(f) menikmati yogya, oh ya kawan, rupanya Kang Nyotz sedang menikmati sakitnya, terkulai lemah tak berdaya, ^-^. Kami menginap di hotel berbintang fasilitas full, ful debu dan memang benar-benar full orang di hotel tersebut. nah di hotel tersbut kami disambangi oleh sahabat alam kami juga, Mbak Ewin yang datang dengan hangatnya susu jahe dan cemilan yang bisa mengganjal perut kami, namun dari semua itu, adalah kehangatan persahabatan yang luar biasa, Mbak Ewin sudah di jemput oleh keretanya. Kami kembaliΒ menikmati hotel itu dan Kang Nyot masih menikmati dirinya sendiri. Malam itu juga kami disambangi kembali oleh sahabat alam yg lain, Mbak Naning, Mbak Puty dan Dedoy. suasana semakin hangat dengan pembicaraan kami yang semakin seru. Kami di ajak menikmati kopi khas Yogja. Angkringan, Kopi Jos dan tentunya kehangatan persahabatn, oh iya pembicaraan kami juga di iringi dengan lagu sayyidannya alla pengamen Yogya. Yogya memang yogya. thanks untuk semuanya kawan. Nah ini lagi yang menarik SARKEM, ya sarkem, aku, Kang Tege dan P(f) tak ketinggalan menikmati suasana malam di Sarkem, lorong demi lorong kami lalui, kami ingin sedikit lihat kehidupan disana, wanita dengan pakaian nan seksi dan sebatang rokok, pria dengan dandanan ala bodyguard, pedagang rokok dan kopi, semua berbaur mencari rezeki, aku berujar seperti ujarannya bang iwan, "oh tuhan beri setetes rejeki". tips, jangan kesana sendirian berbahaya, kalo mau harus ajak-ajak gpp,, (intermezo)^-^. kehidupan memang harus dijalani, kenyaataan harus di terima apapun profesinya. kita harus bisa menghargai dan menghormati satu sama lain. setelah melihat-lihat sarkem kami kembali ke hotel berbintang kami. istirahat dan merebahkan diri untuk menghadapi antrian tiket kereta esok harinya. Kami dapat kabar bahwa kereta ekonomi sudah ludes terjual sd tgl 8 september 2011, huufth, kami gambling karena kami juga dapat informasi bahwa ada penjualan ktiket yg ke jakarat dengan kereta baru, gajah wong namanya. tahukah kawan, loket dibuka jam 8 pagi untuk keberangkatan jam 19.30, namun ketika kami tiba di lempuyangan jam 05.00, sudah banyak yang mengantri, kami gambling dan berdoa semoga mendapatkan tiket kejakarta. Tuhan maha baik kepada kami, kami mendapatkan tiket persis di belakang p(f) kang tege atau wawan"bimbim"tuber, tiket sudah ludes terjual. tenang kami sudah mendapatkan tiket dan bersiap untuk menikmati malioboro di siang harinya. puas menikmati suasana jogja kami kembali ke tempat istirahat kami menunggu pulang. jam 19.30 kami bersiap pulang kejakarta dan tiba keesokan paginya di station senen. Kepada sahabat alam, kang tege, kang sob, kang nyots, p(f), wawan"bimbim"tuber dan bidadari satu-satunya, Tutu, thnaks untuk kebersamaannya menikmati keindahan alam Indonesia raya ini.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Hilangnya Si Penjaga Keselamatan, Ketika Museum Dirusak dan Dijarah
Mengenal Kereta Lambat yang Dinaiki Kim Jong Un ke China
10 Negara yang Mengeluarkan Travel Warning ke Indonesia karena Demo