World Heritage City, Melaka
Nena Namira Amedyan - detikTravel
Rabu, 02 Nov 2011 14:42 WIB
Jakarta - Kunjungan ke Malaysia kali ini merupakan kunjungan yang kesekian kalinya bagi saya dan orang tua saya. Ya, saya adalah seorang pelajar yang menimba ilmu di negeri Jiran ini, kira-kira sudah hampir 3,5 tahun. Kedua orang tua saya pernah beberapa kali menjenguk saya kesini.Liburan ini memang sudah saya rancang sedemikian rupa demi kelancaran dan keamanan kami. Mengingat Papa saya yang kakinya baru selesai dioperasi sebulan lalu dan sedang dalam tahap pemulihan. Itinerary sudah saya tulis dalam sebuah buku. Semua saya tulis dengan detail dan saya rinci mulai dari harga tiket pesawat, hotel, sewa mobil, juga hal penting lainnya seperti nomor telepon yang bersangkutan. Mama saya me-request beberapa hal dari perjalanan ini, seperti tempat membeli oleh-oleh dan juga tempat yang belum beliau kunjungi.Singkat cerita, hari ke-5 setelah pergi ke kampus saya yang berada di ujung Utara Malaysia, Kedah, kami pergi ke Melaka. Pagi itu saya menelepon abang kereta sewa alias pemilik rental mobil dan langsung meminta untuk mengantarkan mobil tersebut ke tempat meeting point yang ditentukan. Pukul 9 pagi, berangkatlah kami ke Melaka.Selama 3,5 tahun saya tinggal di Malaysia, jujur, baru kali ini saya ke Melaka. Oleh karena itu, kunjungan ini terasa sangat menyenangkan. Beberapa kali saya hanya mendengar dan melihat foto-foto beberapa teman yang sudah berkunjung ke Melaka dan membuat saya iri sekaligus penasaran dengan kota ini. Setelah melakukan perjalanan Kuala Lumpur-Melaka selama kurang lebih 2 jam menggunakan mobil pribadi dan Voila! Sampailah saya di Kota Melaka yang bersejarah dan menjadi salah satu kota warisan dunia dalam payung UNICEF. Rasa penasaran saya terbayarkan dengan keindahan tatanan kota ini yang apik dan rapih. Bangunan-bangunan tua di rawat oleh pemerintah. Bangunan-bangunan tua yang memberikan nilai tambah di bidang pariwisata.Saya berhenti di sisi kota Melaka yang disebut sebagai "Stadhuys", yaitu bangunan serba merah dan dilengkapi sebuah menara jam. Wilayah ini ramai di kunjungi oleh turis asing.Stadhuys merupakan sebuah bangunan bersejarah yang terletak bersebelahan dengan Gereja Christ di Jalan Laksamana. Bangunan ini didirikan pada tahun 1650 sebagai penempatan resmi Gubernur Belanda dan Wakil Gubernur, di mana struktur bangunan ini melambangkan seni desain Belanda yang halus. Bangunan ini juga memiliki catatan sejarah di bidang pendidikan, yang mana pada abad ke-19 ketika pemeritahan Inggris, sebuah sekolah yang di kelola oleh kaum pendeta dikenal sebagai Malacca Free School dibangun di pekarangan Gedung Stadthuys. Ketika itu pendidikan sekolah diberikan gratis oelh Inggris. Namun kebanyakan siswa yang bersekolah di situ terdiri dari anak-anak China kaum kaya. Setelah memarkir mobil, tempat pertama yang saya kunjungi adalah Museum Sejarah, Etnografi dan Sastra. Isi museum ini benar-benar sangat menggambarkan bagaimana kota Melaka pada zaman Portugis dahulu. Semua benda-benda dalam museum menceritakan secara gamblang sejarah mulai dari bagaimana sistem mata uang, adat pernikahan, sistem perparitan, rumah penduduk sampai mata pencaharian penduduk dari ras Melayu, China ataupun India pada masa itu.Selain Museum Sejarah, Etnografi dan Sastra dan Gereja Christ, ada juga Museum Baba Nyonya, Museum Belia Malaysia, Museum Maritim. The Stadthuys di lewati oleh jalur "Melaka River Cruise", yaitu wisata sungai yang mengelilingi juga mengunjungi tempat-tempat wisata di Melaka.Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan dengan berkeliling kota. Mengunjungi tempat berbelanja souvenir, dan lain-lain, Jongker Walk di mana toko-tokonya kental dengan arsitektur bangunan tua. Di Melaka, museum jauh lebih banyak jumlahnya di banding tempat perbelanjaan seperti Mall. Di sini juga, bangunan-bangunan tua kebanyakan berfungsi sebagai museum kecuali gereja-gereja tua yang masih digunakan sebagai tempat ibadah oleh umat kristiani di sana. Di beberapa kota di Indonesia justru sebaliknya, bangunan-bangunan tua berlomba-lomba untuk di hancurkan dan di gantikan dengan bangunan baru dan tidak sedikit yang dibangun ulang untuk sebuah Mall. Seandainya pemerintah Indonesia mempunyai tingkat kesadaran seperti pemerintah Malaysia. Jadi, jangan heran dan jangan marah kalau ada budaya atau apapun milik kita yang diakui bangsa lain.
(travel/travel)












































Komentar Terbanyak
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Fadli Zon Bantah Tudingan Kubu PB XIV Purbaya Lecehkan Adat dan Berat Sebelah
Wisata Guci di Tegal Diterjang Banjir Bandang, Kolam Air Panas sampai Hilang!