Ragam Bawomataluo 2011: Melompat Demi Kebanggaan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ragam Bawomataluo 2011: Melompat Demi Kebanggaan

Nias Bangkit - detikTravel
Kamis, 19 Mei 2011 15:40 WIB
Jakarta -

Minggu sore 15 Mei 2011, dalam rangkaian acara hari terakhir Pagelaran Budaya Bawomataluo 2011, delapan pemuda Desa Bawomataluo berhasil melintasi batu setinggi 2.1 meter. Kemudian mereka melanjutkannya dengan Faroro yakni melompat secara berurutan tanpa jeda.

Seorang pemuda yang bertinggi badan lebih dari 170 sentimeter dengan tubuh atletis menarik perhatian pengunjung ketika melakukan atraksi lompat batu. Dia adalah Darius Bulolo, selain pelompat batu yang tangguh, Darius juga seorang atlet yang berhasil menjadi Juara Lompat Tinggi tingkat Kecamatan Telukdalam pada tahun 2010 silam.

NBC mengajaknya berbincang di salah satu stand di Lorong Raya, Desa Bawomataluo sebelah Timur. "Saya puas sekali bisa tampil sebagai pelompat batu pada acara pesta budaya kali ini. Sudah lama tidak ada pesta budaya yang besar seperti ini," ujarnya, sambil menyeka keringat setelah beberapa menit lalu berhasil melompati batu sebanyak dua kali berturut-turut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lompat Batu telah membawa pemuda lajang kelahiran Bawomataluo 4 Okotber 1986 ini menjelajah di berbagai tempat di Indonesia,seperti di Taman Mini, Jakarta, 6 kali ke PRSU Medan, Padangsidempuan, Tarutung, Gunungsitoli dan di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika acara Natal 2005 di Gunungsitoli beberapa saat setelah gempa memporak-porandakan Kepulauan Nias.

Menjadi pelompat batu yang tangguh seperti Darius bukanlah hal yang gampang. Darius harus berlatih lompat batu sejak kelas VI Sekolah Dasar. "Ketika itu kami berlatih di halaman rumah menggunakan tali dan tiang bambu," ujarnya.

Sesudah usianya menginjak 16 tahun, Darius mulai berlatih Hombo Batu di depan Omo Sebua. Hanya mencoba-coba, belum melompat yang sesunguhnya. "Kami baru pemanasan, dan terus mencoba sampai pelatih kami memperkirakan bisa melewati batu itu," ujarnya.

Pada usia 18 tahun, akhirnya Darius berhasil melompati batu yang disusun dengan ukuran lebar 90 sentimeter dan tinggi sekitar 2.1 meter. Di bawah batu terdapat batu berukuran kecil yang berfungsi sebagai tumpuan kaki sebelum melompat. Sebagaimana kebiasaan masyarakat desa Bawomataluo, Darius mendapat selamatan berupa pemotongan seekor ayam, suatu kebanggaan bagi orang tua.

Lulusan SMK Darma Bakti Desa Bageheno itu mengungkapkan bahwa menjadi pelompat batu adalah semata-mata kebanggaan mewariskan budaya nenek moyang. Tak terlihat sedikit pun motivasi sebagai atlit olah raga. "Kami cukup bangga kalau bisa melintasi batu itu. Kami berlatih terus, agar budaya ini tetap dapat kami warisi," ujar pegawai honor di Satpol PP Telukdalam itu.

Darius berharap, pemerintah memperhatikan masa depan mereka khususnya para pelompat batu yang telah berjasa dalam melestarikan budaya daerah.

Pada hari penutupan Pagelaran Budaya Bawomataluo 2011, delapan pelompat batu Bawomataluo, Imron Manao, Elias Nehe, Ajas Bulolo, Imran Bulele, Abe Zagoto, Falo,o Bulolo, Sony Bali, serta empat pelompat batu dari desa Hiligohe, kecamatan Telukdalam turut berpartisipasi, mereka berusia antara 16-25 tahun.

Sebuah harapan yang realistis dan perlu perhatikan dari pembina olah raga setempat, agar para pelompat batu dapat dibina menjadi atlet lompat tinggi. "Saya bisa melompat lebih dari dua meter ketika lomba di Telukdalam," kata Darius.

Satu hal yang menggembirakan, bungsu dari empat bersaudara ini adalah para pengganti mereka yang masih terus bertumbuh di Bawomataluo. "Ada sekitar 20 orang remaja yang kini terus berlatih. Saya berharap mereka dapat mengikuti jejak kami," ujar Darius menutup pembicaraan. [Jannerson Girsang]

(travel/travel)

Hide Ads