D'TRAVELERS STORIES
Rela Tak Dibayar Demi Jadi Penjaga Gunung Sanggabuana



Bukan ASN atau karyawan swasta, sekelompok orang dari lintas generasi dan profesi rela tak dibayar demi menjaga hutan Gunung Sanggabuana. Begini cerita mereka.
Relawan yang dibentuk oleh Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) ini bernama Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR). Namun masyarakat mengenal mereka dengan sebutan Ranger Sanggabuana.
Sesuai dengan namanya, ranger atau penjaga hutan, tugas para ranger ini adalah menjaga hutan Pegunungan Sanggabuana. Namun para personil SWR ini tidak hanya menjaga keanekaragaman hayati Sanggabuana saja, tetapi juga melakukan pendataan biodiversity-nya, rahabilitasi hutan, mengedukasi masyarakat, melakukan patroli anti perburuan satwa liar, dan membuat pra kajian untuk perubahan status kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana menjadi taman nasional.
Tercatat ada 20 personil anggota SWR yang menjaga hutan Pegunungan Sanggabuana. Untuk menjadi Ranger, mereka yang rata-rata sudah mempunyai kompetensi mountaineering, jungle survival, SAR (Search And Rescue) baik SAR Hutan Gunung, SAR Air dan Vertical Rescue ini mendapat tambahan lagi dalam Diklatsar Ranger selama 3 hari dengan setumpuk materi yang sebagian mengadopsi dari IRF (International Ranger Federation).
Yang unik, anggota ranger ini merupakan lintas generasi dan profesi. Ada yang mash muda dan sedang kuliah sampai kepala keluarga. Profesi mereka pun beragam, ada yang accounting, supervisor di sebuah pabrik, wiraswasta, buruh tani, mahasiswa, dan yang unik, bahkan ada mantan pemburu yang menjadi anggota SWR.
Mereka ini, paling tidak tiap weekend ketika libur bekerja mengabdikan diri sebagai ranger dan melakukan banyak kegiatan di hutan Sanggabuana. Karena merupakan relawan, jadi mereka semua tidak digaji, bahkan mengeluarkan ongkos sendiri, termasuk membiayai kegiatan mereka seperti melakukan penelitian, monitoring satwa, rehabilitasi hutan, membuat rumah bibit in situ dan ex situ, dan penyelamatan satwa liar.
In termasuk melakukan SAR atau pencarian dan pertolongan, baik manusia maupun satwa liar. Pekerjaan rutin para Ranger adalah patroli. Patroli yang sering dilakukan adalah patroli anti perburuan satwa liar dan anti ilegal loging.
Juga patroli mengecek tanaman-tanaman di lokasi yang direhabilitasi. Sambil patroli, anggota Ranger juga mendata keanekaragaman hayati Sanggabuana, baik secara manual, menggunakan kamera DSLR maupun dengan kamera jebak (Trap Camera).
Kegiatan ranger di hutan Sanggabuana yang menarik ini rupanya menarik perhatian banyak orang, dan dianggap sebagai gaya hidup. Masyarakat yang tertarik, kadang ikut kegiatan para ranger pada saat akhir pekan.
Masyarakat umum ini ikut melakukan patroli, berkemah di tengah hutan sambil memungut biji-bijian kehutanan untuk disemai, menanam pohon, juga melakukan pendataan satwa dan tumbuhan. Masyarakat yang rutin ikut kegiatan para ranger ini kemudian membentuk komunitas yang bernama "Baraya Sanggabuana".
Tidak hanya masyarakat umum saja yang tertarik ikut kegiatan para ranger di hutan. Tercatat beberapa public figure dan para pejabat pun pernah ikut kegiatan para ranger di tengah hutan Pegunungan Sanggabuana.
Dedi Mulyadi, Wakil Komisi IV DPR RI dan presenter kondang Irfan Hakim beberapa kali ikut kegiatan ranger, terutama pada saat pemasangan dan pengambilan kamera trap di hutan.
Annisa Sutarno, satu-satunya ranger perempuan anggota Sanggabuana Wildlife Ranger adalah seorang accounting di sebuah lembaga pembiayaan di Jakarta. Kecintaan dan keresahannya atas terancamnya keanekaragaman hayati Pegunungan Sanggabuana membuat Sarjana Pendidikan Matematika ini ikut menjadi anggota ranger.
Minimal sebulan sekali Annisa akan mengganti baju kerja kantornya dengan PDL (pakaian dinas lapangan) ranger dan masuk hutan menjadi ranger. Annisa yang ikut membentuk SWR sudah sejak 2020 bergiat di Sanggabuana bersama anggota ranger lain yang berasal dari Jakarta, Depok, Bekasi, Cikarang, Karawang, dan Cikampek.
Menurut Annisa, menjadi ranger adalah panggilan, dan merupakan pengabdian, jadi tidak berharap finansial dari pengabdian ini. Bahkan buat sebagian besar anggota ranger dari luar kota, menjadi Ranger ini adalah sebuah liburan, gaya hidup baru.
"Kami masuk hutan, berkemah, memasak di hutan pinggir sungai, menikmati tarian dan nyanyian burung, melihat perilaku primata, menanam pohon, treking ke hutan untuk patroli, juga blusukan ke kampung-kampung di kawasan penyangga bertemu masyarakat untuk mengedukasi mereka supaya menjaga hutannya," ujar Annisa.
Denny Agus Perwira, anggota SWR lainnya dari Bekasi yang baru pulang dari patroli anti perburuan satwa liar di Sanggabuana menceritakan pengalamannya ketika patroli.
"Kami patroli dengan menaiki sepeda motor sejauh 5 km, kemudian dilanjutkan treking pada malam hari di tengah hutan," kata dia.
"Ketika menginap di gubuk petani di tengah hutan, kami disambut dengan hangat, mereka memotong ayam dan menangkap ikan dari kolamnya untuk menjamu para Ranger. Ini sangat mengharukan dan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Masyarakat menerima kehadiran kami," imbuhnya.
Sedangkan Nur Setya Budi, seorang karyawan berusia 45 tahun di Karawang yang sudah satu tahun ini bergabung menjadi Ranger Sanggabuana juga menceritakan hal yang sama.
Budi mengaku menjadikan ranger ini sebagai sebuah pengabdian untuk lingkungan, dan untungnya didukung oleh masyarakat.
"Ketika kami melakukan rehabilitasi hutan, masyarakat banyak yang membantu kami dengan memberikan bibit-bibit tanaman kehutanan. Bahkan ada juga yang meminjamkan mobilnya untuk mengangkut bibit dari Bandung sampai ke Sanggabuana. Keberadaan kami didukung oleh masyarakat, terbukti dengan banyaknya suport dan keterlibatan masyarakat pada kegiatan kami," kata dia.