Siapa sangka, ada beberapa suku di Indonesia yang menjadikan ulat mentah sebagai panganan sehari-hari. Ulat sagu, begitu namanya, biasa ditemukan pada pohon sagu atau pohon kelapa yang telah mati. Beberapa suku di Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku dan Papua biasa memakannya.
Suku Kamoro yang tinggal di Kabupaten Timika, Papua, adalah penggemar ulat sagu. Ulat berwarna putih ini seukuran jempol orang dewasa, dan merupakan sumber protein yang penting bagi masyarakat suku tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ulat sagu bisa dimakan mentah, tapi bisa juga dibakar dulu. Rasanya lebih enak kalau dibakar, seperti sate. Kepala ulat sagu sangat keras dan tidak dimakan. Cara memakannya adalah dengan dipegang kepalanya, gigit badannya. Kepalanya lantas dibuang.
Bagaimana rasanya? Kenyal, dengan tekstur kulit seperti karet. Daging di dalamnya seperti lemak. Rasanya nyaris tawar dengan sedikit beraroma seperti nangka. Variasi lain dari ulat sagu ini dimakan dengan sagu dan dibungkus daun seperti pepes.
Di Maluku, ulat sagu diolah dengan rasa yang lebih kaya. Ini karena orang Maluku menambahkan aneka bumbu yang menambah nikmat rasanya.
Selain ulat sagu, masyarakat Suku Kamoro di Papua juga makan cacing tambelo. Baca kisahnya di sini.
(sst/fay)
Komentar Terbanyak
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Aturan Baru Bagasi, Presdir Lion Air Group: Demi Keselamatan