Wajah Akulturasi Budaya pada Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Wajah Akulturasi Budaya pada Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia

Putu Intan - detikTravel
Selasa, 28 Apr 2020 05:49 WIB
Menara Masjid Kudus
Masjid-masjid di Indonesia yang merupakan hasil akulturasi budaya. (Afdhila Naufalin/d'Traveler)

3. Masjid Agung Banten

Masjid dengan wujud akulturasi lainnya adalah Masjid Agung Banten yang dibangun pada tahun 1552-1570 M. Masjid ini didirikan oleh Sultan Maulana Hasanuddin yang kala itu menyebarkan agama Islam di Banten.

Akulturasi di masjid ini merupakan perpaduan budaya Islam dengan Belanda. Itu terlihat dari menara masjid berwarna putih setinggi 24 meter yang berbentuk segi delapan. Bentuknya miripnya mercusuar yang ada di Belanda.

Foto: Fitraya Ramadhanny

Sentuhan Belanda juga terlihat pada bangunan masjid yang berbentuk segi delapan. Selain itu bagian pintu juga dibentuk melengkung pada bagian atas. Di dalam bangunan terdapat tangga melingkar dan bagian kepala menara memiliki dua tingkat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak sampai di situ, traveler juga dapat melihat paviliun yang gaya arsitekturnya mirip bangunan Eropa dengan jendela-jendela yang besar. Paviliun ini sendiri merupakan perluasan bangunan yang baru didirikan pada abad ke-18 oleh arsitek Belanda.

Selain akulturasi dengan budaya Belanda, ada pula sentuhan budaya China di sana. Hal itu terlihat dari atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Untuk desain bangunan ini terdapat dua versi. Ada yang mengatakan arsiteknya merupakan keturunan China bernama Tjek ban Tjut sementara versi lain menyebut Raden Sepat dari Demak yang mendesainnya.

ADVERTISEMENT

4. Masjid Cheng Hoo Surabaya

Masjid Cheng Ho SurabayaFoto: Indonesia Raya

Bila mendengar namanya, traveler mungkin sudah bisa menebak akulturasi budaya pada masjid ini. Masjid yang terletak di Jalan Gading, Kecamatan Genteng, Surabaya itu merupakan masjid yang dibangun dengan sentuhan budaya China.

Masjid ini dibangun mulai 15 Oktober 2001 hingga diresmikan pada 13 Oktober 2002. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat dan pengurus Pembina Iman Tauhid Islam (PITI). Selain itu, pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia Jawa Timur dan tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya juga diturutsertakan.

Masjid tersebut diberi nama Cheng Hoo sebagai ungkapan terima kasih dari umat Islam di Surabaya atas jasa Laksamana China beragama Islam, Cheng Hoo. Kala itu, Laksamana Cheng Hoo datang ke Asia Tenggara tak hanya untuk berdagang tetapi juga menyebarkan agama Islam.

Masjid yang memiliki nama lengkap Masjid Muhammad Cheng Hoo ini berdiri di atas lahan seluas 21x11 m2, dengan luas bangunan utama 11x9 m2. Masjid yang berwarna-warni ini memiliki 8 sisi di bagian atas bangunan utama.

Ketiga ukuran dan angka ada maknanya yakni, angka 11 adalah ukuran Ka'bah saat baru dibangun. Angka 9 melambangkan Walisongo. Sedangkan 8 artinya melambangkan Pat Kwa yang dalam budaya Tionghoa artinya keberuntungan atau kejayaan.

Sentuhan China juga terlihat dari desain masjid yang diilhami dari Masjid Niu Jie di Beijing. Di dalam Masjid Cheng Hoo juga dapat dijumpai relief dan replika kapal, serta wajah Laksamana Cheng Hoo.

Di area Masjid Cheng Hoo ini juga terdapat prasasti tiga bahasa, Indonesia, Mandarin, dan Inggris. Prasasti itu menjelaskan sejarah Laksamana Cheng Hoo di gedung kantor Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo dan Pembina Iman Tauhid Islam (PITI) di depan sisi selatan Masjid Cheng Hoo.

Selain budaya China, masjid ini juga memiliki unsur Timur Tengah yang terlihat dari bentuk pintu utamanya dan nuansa Jawa pada temboknya.



Simak Video "Halaman Masjid Agung Demak Terendam Banjir Sejak Semalam"
[Gambas:Video 20detik]

(pin/fem)

Hide Ads