8 Budaya Unik dalam Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

D'Traveler Stories

8 Budaya Unik dalam Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi

Alicha Nurlaili - detikTravel
Senin, 14 Sep 2020 18:47 WIB
Kasepuhan Ciptagelar
Foto: Alicha Nurlaili/d'traveler
Sukabumi -

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Lena Ellitan, dan sudah tayang di d'Travelers Stories. Anda punya pengalaman liburan lainnya, segera kirim ke detikTravel lewat tautan ini.

Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi merupakan perkampungan yang budaya unik. Mulai dari pakaian sampai upacara adat wajib diikuti warga.

Kasepuhan Ciptagelar terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kasepuhan ini terletak di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kasepuhan Ciptagelar sendiri merupakan kampung tradisional sunda yang masih mempertahankan adat istiadat dari leluhur dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menganut paham saling menghormati dan menghargai, juga saling gotong royong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasepuhan Ciptagelar juga sering kedatangan pengunjung baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Wisatawan ingin mempelajari budaya yang masih diterapkan di kasepuhan. Selain itu, Kasepuhan Ciptagelar juga sebagai sarana edukasi tentang pertanian dan budaya sunda.

Dalam kesehariannya, masyarakat yang tinggal di Kasepuhan Ciptagelar memiliki beberapa keunikan diantaranya sebagai berikut:

ADVERTISEMENT

1. Etika berpakaian

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar mempunyai aturan khusus yaitu menggunakan ikat kepala bagi laki-laki dan menggunakan kain yang dililitkan ke pinggang bagi kaum perempuan. Arti dari aturan ini yaitu hidup harus saling terikat dan menjaga kebersihan. Untuk tamu yang berkunjung wajib mengikuti aturan berpakaian disini tanpa terkecuali.

2. Tata cara makan

Kasepuhan Ciptagelar masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur begitu pula dalam adab makan sehari-hari. tata cara makan yaitu piring harus diletakkan di bawah, makan tidak boleh sambil berbicara, tidak boleh ada suara ketika menyendok makanan di piring, dan perempuan tidak boleh makan dengan duduk bersilang. Perempuan yang sehari-hari menggunakan kain akan sangat tidak elok dipandang jika duduk bersilang. Selain itu perempuan juga diharapkan dapat berperilaku anggun, lemah lembut, dan sopan.

3. Asal beras

Modernisasi dalam bidang pertanian tidak berlaku dalam Kasepuhan Ciptagelar. Kasepuhan ini masih memanfaatkan kebudayaan lama yaitu memisahkan gabah padi dengan lesung dan alu. Beras yang nantinya akan dimasak, gabah pada padi baru akan dipisahkan pada pagi hari. Kegiatan ini dilakukan oleh perempuan dari Kasepuhan Ciptagelar. Tentu saja, penampilan beras yang ditumbuk dengan lesung dan alu berbeda dengan beras yang digiling. Beras berwarna kecoklatan karena masih terbalut dengan bekatul. Sedangkan, beras yang digiling dengan mesin akan berwarna putih. Akan tetapi, kandungan gizi yang tinggi karena memiliki vitamin B yang sangat tinggi.

4. Memasak beras masih dengan cara tradisional

Zaman sekarang, memasak nasi sudah menjadi lebih praktis dengan berbagai teknologi yang tersedia. Tetapi, masyarakat kasepuhan tetap mempertahankan memasak nasi dengan cara tradisional. Keberadaan kompor gas hanya digunakan untuk memasak sayuran serta lauk Ò€" pauk. Tentu saja cara tersebut mengacu pada kebudayaan sunda yang telah turun - temurun. Alat yang digunakan antara lain: tungku (hawu), dandang (seeng), kukusan (aseupan), dan kayu bakar. Bahan yang digunakan tentu saja beras yang ditumbuk menggunakan lesung dan alu. Nasi yang dimasak dengan cara ini akan menghasilkan panas yang tahan lebih lama dan nasi terasa pulen dan mengeluarkan aroma yang wangi.

5. Padi diibaratkan nyawa

Hasil panen padi tidak diperjualbelikan melainkan hanya untuk konsumsi pribadi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Abah Ugi - kepala adat - menjelaskan bahwa padi/ beras cukup untuk kebutuhan masyarakat disini sehingga kita tidak perlu impor beras dari luar lagi. Bagi masyarakat kasepuhan hasil pertanian khususnya padi merupakan kehidupan/ nyawa dari masyarakat itu sendiri. Apabila masyarakat menjual padi berarti masyarakat menjual nyawa.

6. Listrik yang digunakan berasal dari inovasi Kasepuhan Ciptagelar

Air selain sumber pertanian tetapi juga digunakan sebagai sumber listrik. Kasepuhan Ciptagelar tidak teraliri listrik dari PLN tetapi dengan alat mikrohidro. Mikrohidro digerakkan menggunakan air untuk mengaliri listrik di kawasan Kasepuhan.

7. Masyarakat luar kasepuhan yang menikah dengan masyarakat kasepuhan wajib tinggal di kasepuhan

Ketika saya berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar, saya mendengar cerita dari salah satu masayarakat disana bahwa orang tuanya terlebih ayahnya berasal dari luar kasepuhan. Ayahnya menikah dengan ibunya yang merupakan seseorang dari kasepuhan. Berdasarkan adat, jika ada seseorang luar kasepuhan yang menikah dengan orang kasepuhan wajib tinggal di kasepuhan dan mengikuti aturan adat yang berlaku.

8. Upacara sereh taun yang diadakan setiap tahunnya

Upacara Sereh Taun dimaksudkan untuk menghormati leluhur dan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen padi yang telah dilakukan. Kegiatan yang terselenggara setiap tahunnya ini menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Berbagai pertunjukan seni budaya masyarakat yang kuno sampai dengan modern ditampilkan guna menghibur masyarakat kasepuhan maupun wisatawan. Acara ini biasanya berlangsung selama 3 hari 2 malam.

Berbagai keunikan yang sudah disebutkan di atas, Kasepuhan Ciptagelar dapat menjadi salah satu destinasi wisata sekaligus belajar mengenai kebudayaan lokal yang masih dipertahankan sampai saat ini. Berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar kita akan merasakan sensasi yang tidak dapat kita temukan dalam wilayah perkotaan seperti udara yang masih segar, terhindar dari hiruk-pikuk kemacetan, dan lain sebagainya.

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Alicha Nurlali, dan sudah tayang di d'Travelers Stories. Anda punya pengalaman liburan lainnya, segera kirim ke detikTravel lewat tautan ini.




(pin/pin)

Hide Ads