DOMESTIC DESTINATIONS
7 Fakta Suku Baduy yang Masih Nol Kasus Corona

Masyarakat adat Baduy tidak mendapati satu pun kasus virus Corona sejak awal wabah pada Maret 2020. Berikut fakta tentang Suku Baduy.
Sejak pemerintah mengumumkan pandemi virus Corona. masyarakat adat Baduy memang langsung menutup diri dari wisatawan. Selain itu, warga juga disiplin menerapkan protokol kesehatan, yakni dengan memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan sabun.
"Begitu Baduy tahu ada pandemi, Tangtu Tilu Jaro Tujuh mengadakan ritual, Tantu Tilu dan Puun berdoa," ujar Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, menggunakan bahasa Sunda.
Bahkan, tetua adat setempat mengimbau masyarakat Baduy tidak boleh ke luar daerah seperti Jakarta, Tangerang dan Bogor yang menjadi daerah penyebaran COVID-19.
Selama COVID-19, warga Kanekes, yang ada di wilayah di selatan Banten di Kabupaten Lebak itu juga tetap bekerja sebagai petani. Mereka juga mengonsumsi ramuan tradisional.
Siapakah masyarakat Baduy dan bagaimana mereka bisa menjaga diri dari orang luar? detikTravel merangkum dari CNN Indonesia dan detikX tentang Suku Baduy.
Berikut tujuh fakta Suku Baduy.
1. Lokasi pemukiman Suku Baduy
Masyarakat adat Baduy tinggal di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Itu berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, pusat kota di Lebak, Banten.
Orang Baduy menyebut diri mereka Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Kata 'baduy' merupakan sebutan dari peneliti Belanda, mengacu pada kesamaan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang gemar berpindah-pindah.
2. Tiga Lapisan Suku Baduy
Suku Baduy memiliki tiga lapisan, yakni Baduy Dangka, Baduy Luar, dan Baduy Dalam.
Warga Baduy Dangka sudah tinggal di luar tanah adat. Mereka tak lagi terikat oleh aturan atau kepercayaan animisme Sunda Wiwitan yang dijunjung Suku Baduy. Mereka juga sudah mengenyam pendidikan dan paham teknologi.
Lalu warga Baduy Luar merupakan yang tinggal di dalam tanah adat. Mereka masih menjunjung kepercayaan Sunda Wiwitan.
Di tengah kehidupan yang masih tradisional, mereka sudah melek pendidikan dan teknologi. Ciri khas mereka terlihat dari pakaian serba hitam dan ikat kepala biru.
Yang terakhir merupakan warga Baduy Dalam atau Baduy Jero. Mereka bermukim di pelosok tanah adat. Pakaian mereka serba putih.
Kepercayaan Sunda Wiwitan masih kental di Baduy Dalam. Warga di sini juga dianggap memiliki kedekatan dengan leluhur.
Mereka tak mengenyam pendidikan, melek teknologi, bahkan tak beralas kaki, karena hidup apa adanya dirasa sebagai cara untuk tetap dekat dengan Yang Maha Esa.
Eksistensi Baduy Dalam dilindungi oleh Baduy Dangka dan Baduy Luar. Kedua lapisan ini bertugas menyaring "hempasan informasi dari dunia luar" sehingga adat istiadat Suku Baduy tetap terjaga.
Jika warga Baduy Dangka banyak yang membuka usaha jasa pemandu wisata, tempat makan, dan penjual oleh-oleh, maka warga Baduy Luar dan Baduy Dalam masih banyak yang berternak dan bertani.
Persawahan di Desa Kanekes masih terjaga keasriannya, meski sudah semakin banyak pabrik yang dibangun di Rangkasbitung.
Hasil pertanian mereka biasanya dijual di Pasar Kroya, Pasar Cibengkung, dan Ciboleger.
Selanjutnya: Pemerintahan Suku Baduy