Water Toren, Ikon Sejarah Magelang yang Berusia 100 Tahun Lebih

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Water Toren, Ikon Sejarah Magelang yang Berusia 100 Tahun Lebih

Eko Susanto - detikTravel
Sabtu, 23 Jan 2021 11:49 WIB
Ikon sejarah di Magelang.
Water Toren di Magelang, (Eko Susanto/detikTravel)
Magelang -

Di Kota Magelang terdapat sejumlah bangunan peninggalan Belanda yang sampai sekarang masih berdiri kokoh. Salah satunya adalah water toren.

Keberadaan bangunan ini berada di sisi barat Alun-Alun Kota Magelang. Bahkan ini menjadi ikon heritage di Kota Magelang.

Bak penampungan air yang mulai beroperasi sejak 2 Mei 1920 ini hingga sekarang masih dipakai dan berfungsi normal. Tepatnya pada 2 Mei 2020 lalu, usia bangunan tersebut telah mencapai 100 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bangunan ini terlihat megah sekali, dengan total ketinggian 26,140 meter, yang mampu menampung air 1.750 meter kubik. Adapun diameter bak menara airnya 22,46 meter.

Bangunan ini ada 32 tiang penyangga dan di bawahnya ada 16 ruangan yang dulunya digunakan untuk laborat maupun ruang pelayanan. Ada juga yang menyebut bangunan ini mirip kompor minyak api.

ADVERTISEMENT

Sekalipun di kota lain seperti Tegal, Grobogan, Palembang, Medan maupun di Jawa Timur ada bangunan serupa, tapi water toren di Kota Magelang ini sangat istimewa. Dilihat dari sisi manapun, kondisi bangunan ini sempurna.

Ikon sejarah di Magelang.Pegiat Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana (Eko Susanto/detikTravel)

Sementara itu, Pegiat Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana, mengatakan water toren itu memiliki fungsi utama sebagai penampung air untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Kota Magelang. Pembangunan water toren ini dilakukan Genie Officier.

"Bangunan ini fungsi utamanya sebagai penampung air digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Pembangunan menara air minum mulai kira-kira tahun 1916 dan selesai sampai tahun 1920," kata Bagus saat ditemui detikTravel, Jumat (22/1/2021).

Perancang bangunan ini, katanya, membangun water toren itu menggunakan tenaga pribumi dari Magelang. Kemudian, konon ada dari Sulawesi. Namun, identitas perancang sendiri belum diketahuinya.

"Tenaga kerjanya pribumi, ada dari Magelang, ada juga konon dari Sulawesi, tentu insinyurnya dari Genie Officier. Perancang belum diketahui, selama ini orang menganggap ini karya Thomas Karsten, itu sama sekali belum ditemukan kebenarannya, tapi ini adalah karya dari Genie Officier, bagian dari militer Belanda," tutur Bagus.

Bagus membandingkan, kondisi bangunan ini dengan yang berada di kota lain seperti Tegal, Palembang, Medan, Grobogan, sedangkan water toren ini megah. Kemudian, dilihat dari sisi manapun bentuknya sempurna.

"Dibandingkan dengan beberapa kota lain juga memiliki penampungan air minum seperti di Tegal, Palembang, Medan, Grobogan, terus di Jawa Timur juga ada. Yang membedakan adalah barangkali bentuk gaya bangunan, gaya bangunan kalau disini bisa termasuk besar, megah. Terus water toren dilihat dari manapun bentuknya sempurna, sama. Jadi ini termasuk megah secara bangunan, menampakkan 'wah megah', yang luar biasa hingga kini masih berfungsi dengan baik, masih mampu melayani masyarakat sejak 2 Mei 1920," ujarnya.

Selanjutnya: Usia bangunan yang sudah lebih dari 100 tahun

Usia bangunan sudah 100 tahun, kata Bagus, ini baru data sekunder, sejauh ini belum ada data primer. Data primer tersebut baik prasasti maupun media massa yang memberitakan pada masa tersebut belum ditemukan.

"Usia bangunan 100 tahun, tepatnya Mei 2020. Itu baru data sekunder, belum data primer. Data primer, entah prasasti atau surat kabar yang memberitakan di zaman itu belum ketemu, sebenarnya masih data sekunder," kata dia.

Bagus menjelaskan, pada masa tahun 1945 sampai 1949, bangunan ini menjadi salah satu saksi bisu sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Saat itu, salah satu tentara Jepang, Tanaka Mitsuyuki yang berganti nama menjadi Sutoro, naik di atas water toren menembaki dua pesawat cocor merah.

"Bangunan ini juga bersejarah karena di era tahun 1945-1949 saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia. Dimana Tanaka Mitsuyuki alias Pak Sutoro, Tentara Jepang yang membelot ke Republik di tahun 1945 dengan senjatanya naik ke atas menembak cocor merah Belanda," tuturnya.

Ikon sejarah di Magelang.Usianya sudah 100 tahun lebih (Eko Susanto/detikTravel)

Bagus menambahkan, di atas menara tersebut ada sentral sirine. Jika sentral sirine dibunyikan, kemudian tiga sirine yang berada di Kemirirejo, Plengkung dan Potrosaran, akan berbunyi pada masa itu.

"Fungsi lain menara di atas ada sentral sirine, pusat sirine yang berfungsi untuk menandakan sesuatu. Jadi Pemerintah Magelang di era itu karena rawannya hal tidak diinginkan, bencana Merapi atau perang ada sirine sentral. Juga memiliki sirine tambahan di Kemirirejo, Plengkung sama Potrosaran, ada tiga. Ketika, ada bencana dipijet di sini, maka tiga sirine lainnya akan ikut berbunyi seperti itu, sekarang tidak berfungsi," katanya.

Selanjutnya: Jadi sumber air warga

Air bersih tersebut mengambil dari sumber mata air Kalegen dan Wulung, Bandongan, wilayah Kabupaten Magelang. Keberadaan menara bak penampung air tersebut untuk menyuplai kebutuhan air bersih bagi sekitar 10.000-an pelanggan PDAM Kota Magelang khususnya di wilayah Kecamatan Magelang Tengah. Sedangkan total pelanggan air bersih PDAM Kota Magelang sekitar 30.000-an.

Direktur PDAM Kota Magelang Moch Haryo Nugroho mengatakan, watertoren peninggalan Belanda mulai beroperasi merana tersebut pada tahun 1920. Untuk kapasitasnya 1.750 meter kubik dan sampai sekarang masih berfungsi dengan normal.

"Bangunan water toren peninggalan Belanda, mulai beroperasi tahun 1920. Kapasitasnya air 1.750 meter kubik dan sampai sekarang masih berfungsi. Pelayanan air minum khususnya wilayah Magelang Tengah, kurang lebih sekitar 10.000-an pelanggan," katanya saat dihubungi detikTravel.

Ikon sejarah di Magelang.Jadi sumber air bersih warga (Eko Susanto/detikTravel)

Bangunan menara air beserta pipanya merupakan peninggalan Belanda. Untuk itu, yang dilakukan hingga sekarang melakukan perawatan secara berkala dengan sangat hati-hati.

"Iya (bangunan), sekaligus pipanya masih pipa peninggalan Belanda. Perawatan, secara periodik membersihkan baknya, cuman sekarang hati-hati sekali karena bangunan lama. Kalau kita sikat agak keras, takutnya kan nanti semennya ikut kelupas dan sebagainya, kita hati-hati bersihkan secara berkala," tuturnya.

Bak penampungan air ini, kata dia, menggunakan gaya gravitasi. Untuk itu, air dari mata air langsung bak penampungan menara tersebut.

"Kebetulan dari Wulung, Kalegen itu gravitasi, seterusnya masuk bak penampung (menara). Lha dari situ baru dialirkan ke pelanggan-pelanggan," ujarnya seraya menyebut bangunan berusia 100 tahun.

Kemudian di ruang bawah ada sekitar 16 ruangan yang dulunya untuk perkantoran, namun sekarang tidak dipakai lagi. Rencananya ruang bawah ini akan digunakan untuk museum.

"Dulu buat perkantoran, bagian pelayanan dan untuk laborat. Tapi sekarang kita tidak fungsikan, kosong. Cuman rencana kita mau buat museum," kata dia.

Apabila mampir ke Magelang, coba sempatkan mampir untuk melihat ikon wisata bersejarah tersebut.

Halaman 3 dari 3


Simak Video "Video: Melihat Kemeriahan Grebeg Gethuk di Magelang"
[Gambas:Video 20detik]
(rdy/rdy)

Hide Ads