Pecinta arak Bali wajib nih datang ke Desa Les di Bali. Selain bisa menikmati arak, kamu juga bisa lihat proses pembuatannya. Terapi menggunakan Arak Bali sempat disebut Gubernur Bali bisa membantu pasien COVID-19 tanpa gejala (OTG).
Arak Bali merupakan salah satu magnet bagi wisatawan yang berlibur ke Bali. Rasanya belum lengkap bila melancong ke Bali tanpa mencicipi minuman beralkohol tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, di Bali ada sejumlah desa yang memproduksi arak secara tradisional. Salah satunya adalah Desa Les yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.
detikcom dalam Ekspedisi 3.000 Kilometer bersama Wuling sempat singgah di desa ini. Bersama Jero Mangku Dalem Suci Gede Yudiawan atau akrab disapa Chef Yudi, kami diajak melihat langsung pembuatan arak Bali.
Chef Yudi adalah pemilik restoran Dapoer Bali Moela yang juga memproduksi arak Bali. Ia menjelaskan ada tiga jenis arak di mana pembedanya ada pada bahan yang digunakan. Ada arak yang terbuat dari tuak kelapa, tuak enau, dan dari buah lontar atau siwalan.
"Di sini, di Dapoer Bali Moela kami membuat arak dari lontar. Air lontar disadap lalu difermentasikan selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan destilasi hingga jadilah arak. Kadar alkoholnya antara 5-10 persen," kata dia.
![]() |
Arak Bali di Dapoer Bali Moela ini juga beraneka rasa. Ada yang original, kelor, mangga dan nangka.
Untuk harganya bervariasi, tergantung pada jenis dan kadar alkoholnya. Kisaran harganya adalah Rp 25 ribu-Rp 135 ribu per botol.
Selain terkenal dengan arak Bali-nya, Desa Les juga memiliki atraksi wisata lainnya. Chef Yudi menjelaskan, bahwa destinasi di sana lengkap mulai dari gunung hingga laut.
"Ada air terjun, ada jalur trekking yang bagus, kalau laut ada spot snorkeling dan diving karena ada terumbu karang," ujarnya.
Selanjutnya: destinasi wisata lain di Desa Les
Yang menarik, masyarakat Desa Les begitu menjaga kelestarian alam di sana. Mereka juga memiliki organisasi khusus untuk penyelamatan terumbu karang.
"Kami komunitas yang peduli pada karang. Jadi kalau ada sampah, dibersihkan," ujar Chef Yudi.
Chef Yudi juga menjelaskan, konsep pemeliharaan di sana sesuai dengan ajaran dalam agama Hindu Bali.
"Kami sebenarnya tanpa program apapun, kami dianjurkan untuk menjaga alam, menghormati manusia, dan memuliakan Tuhan. Itulah yang disebut Tri Hita Karana," ujarnya.
"Jadi alam ini memang sangat kami pelihara. Itu konsep yang kuat di Bali," pungkasnya.

Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!