Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Jumat, 24 Feb 2023 06:39 WIB

DOMESTIC DESTINATIONS

Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Nomaden yang Sakralkan Padi

bonauli
detikTravel
Kasepuhan Sinar Resmi
Kasepuhan Sinar Resmi (Grandy/detikFoto)
Kabupaten Sukabumi -

Indonesia punya beragam desa adat unik yang wajib untuk dijelajahi. Kasepuhan Sinar Resmi adalah satu di antaranya.

Road Trip Lintas Banten-Jawa Barat yang dilakukan detikcom bersama NEW MG HS singgah di sejumlah kampung adat di beberapa daerah. Salah satunya, Kasepuhan Sinar Resmi di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Kasepuhan Sinar Resmi merupakan bagian dari Geopark Cileutuh Plabuhan Ratu. Kasepuhan itu sudah ada sejak abad ke-16. Kini, kasepuhan tersebut dipimpin oleh Abah Asep Nugraha.

"Desa ini dulunya bernama Sirna Resmi, dalam bahasa Sunda sirna artinya betah adem," kata Asep.

Abah Asep menuturkan bahwa desa adat itu sudah eksis sejak abad ke-16, atau eksis selama 443 tahun. Abah Asep menyebut dia keturunan ke-10 pimpinan desa pertama. Jabatan ketua adat tidak dipilih oleh warga melainkan diturunkan dari leluhur.

"Dari mana abah tahu keturunan ke-10, karena ada tandanya yaitu makam leluhur," kata dia.

Merunut bukti dari leluhur, desa ini awalnya berada di Bogor, kemudian pindah ke Lebak Larang, Lebak Binong, Tegal Lumbu, Bojong Cisonok, Pasir Talaga, Pasir Jengjing, Ciptarasa, kembali ke Pasir Jengjing dan terakhir di Sinar Resmi.

"Dari perpindahan desa ini, abah tau jadi keturunan ke-10," kata dia.

Sejak dulu, desa adat ini memang nomaden. Perpindahan desa akan diawali oleh wangsit yang didapat dari ketua adat.

Kampung adat ini masuk dalam Kasepuhan Banten Kidul yang masih mempertahankan kelestarian, terutama di bidang pertanian. Sawah milik desa ini saja terhampar seluar 7 hektar. Ada 17 keluarga yang memang mengabdikan diri untuk mengurus desa adat secara turun-temurun.

Kasepuhan Sinar ResmiKasepuhan Sinar Resmi Foto: (Grandy/detikFoto)

"Padi benar-benar diperlakukan sama seperti manusia," ujar Abah Asep.

Inilah mengapa proses penanaman padi sampai panen dibalut dengan ritual dan sangat sakral.

Bahkan, desa ini hanya boleh memanen padi sekali dalam setahun. Semua ritual harus diawali oleh ketua adat, mulai menanam, melamar (mabai), memanen (mipit) sampai seren taun (pesta tani).

"Kalau padi dipanen berkali-kali, ibaratnya tanah itu diperkosa, dipaksa untuk produktif. Tanah jadi ketergantungan karena diberi tambahan terus," kata dia.

Kasepuhan Sinar ResmiKasepuhan Sinar Resmi Foto: (Grandy/detikFoto)

Sudah diteruskan dari nenek moyang, proses ritual ini tidak boleh dilanggar oleh warga desa. Bisa dibilang tak ada yang berani melanggar.

"Kita hidup itu harus seimbang, ada musim tanam ada musim istirahat. Balik lagi ke padi, filosofinya sumber kehidupan," katanya.

Hasil panen tidak untuk diperjualbelikan, hanya boleh dikonsumsi secara pribadi dan untuk suguhan tamu yang datang ke sana.

Setelah dipanen, sawah akan dijadikan kolam. Kasepuhan ini melarang adanya pembakaran padi, karena akan merusak tanah. Jadi sisa-sisa padi dibiarkan menjadi pupuk.

Kasepuhan Sinar ResmiKasepuhan Sinar Resmi Foto: (Grandy/detikFoto)

Selain sawah milik desa, warga juga memiliki lahan sendiri. Saking kayanya, desa ini memiliki 68 varietas padi, 12 di antaranya sudah mendapat sertifikasi.

Untuk ritual seren taun sendiri jadi yang paling dinanti oleh wisatawan. Seren Taun berasal dari bahasa Sunda yang artinya menyerahkan hasil tahunan, sehingga di acara ini warga akan menyerahkan hasil panen sebagai wujud syukur pada Tuhan dengan harapan ada peningkatan di tahun mendatang.

"Acaranya 7 hari 7 malam, tapi fokusnya di hari Sabtu dan Minggu," kata Abah Asep.

Menurut pengalamannya, tiap tahun ada ribuan wisatawan yang datang untuk melihat seren taun.

"Yang naik motor saja bisa 3 ribuan, belum mobil," ujar dia.



Simak Video "Momen Seru Menangkap Belut di Sawah Sukabumi"
[Gambas:Video 20detik]
(bnl/fem)
BERITA TERKAIT
BACA JUGA