Traveler yang bepergian ke Gunungkidul pasti akan melihat makam-makam di sana diselimuti dengan kain putih. Mengapa demikian? Ternyata ada alasannya.
Ada pemandangan unik di sejumlah kompleks makam di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejumlah batu nisan tampak diberi penutup kain putih.
Mayoritas makam di Kecamatan Paliyan misalnya, tampak ditutup kain putih. Kain putih itu seperti selimut yang menyelimuti seluruh bagian nisan makam.
Salah seorang warga Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Watinah (59), menjelaskan pemakaian kain putih pada makam merupakan tradisi warga setempat yang meyakininya. Dia menyebut selimut putih makam itu biasanya diganti saat bulan Ruwah.
"Kalau tradisi sini harus pakai kain putih, termasuk udah adatnya begitu. Orang Jawa, maklum, harus pakai begitu-begitu. Apalagi kalau bulan Ruwah itu pada nyekar, itu harus ganti selimut putih itu. Putihan orang bilang, harus warna putih, selain itu nggak dipakai," ucapnya.
Watinah menjelaskan tak semua warga mengamini kepercayaan tersebut. Ada pula warga yang berbeda keyakinan sehingga tidak memasang kain putih di makam. Meski demikian perbedaan itu tidak menjadi masalah.
Hal senada juga dikatakan warga setempat lainnya, Ani (42). Ani menyebut tradisi ini sudah ada sejak dulu dan dilakukan turun-temurun.
"Sudah dari dulu, sejak nenek moyang. Jadi ini turun-temurun. Warga Gunungkidul masih gini, diselimuti putih-putih," ujar Ani.
Ani menerangkan berdasarkan keyakinan warga setempat, makam yang tidak diselimuti kain, sosoknya akan mendatangi mimpi keluarga yang ditinggalkannya.
"Kalau nggak dikasih selimut, katanya bakal ke bawa mimpi. Jadi kayak ingetin keluarga buat dikasih kain," ucap Ani.
Selain menyelimuti dengan kain putih, Ani mengatakan terdapat kepercayaan lainnya yang masih diterapkan seperti memberi sesaji. Dia memastikan meski ada keyakinan yang berbeda, warga sekitar hidup rukun dan toleransi.
"Di sini ada tradisi Rasulan, sajen-sajen, tapi khusus NU. Di sini NU ada, Muhammadiyah ada, Kristen ada, komplit. Tapi tetap hidup toleransi," tuturnya.
Tradisi Menghormati Leluhur
Dihubungi terpisah, Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, Riswinarno, S.S., M.M., menjelaskan budaya Jawa masih kental dengan penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Penghormatan mencerminkan keyakinan hubungan antara dunia orang hidup dan dunia roh agar terjadi keseimbangan dan keharmonian.
"Leluhur atau nenek moyang memiliki peran penting dalam budaya Jawa. Orang Jawa menghormati dan memuja leluhur mereka sebagai penjaga keluarga dan penjaga tradisi. Mereka percaya bahwa leluhur memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka dan dapat memberikan nasihat serta perlindungan," ujar Riswinarno kepada detikJogja, Rabu (11/10).
"Orang Jawa percaya bahwa roh orang yang meninggal masih memiliki pengaruh di dunia ini. Oleh karena itu, mereka melakukan berbagai ritual dan penghormatan untuk menjaga hubungan yang baik dengan roh tersebut. Ini mencakup upacara pemakaman, doa-doa, dan persembahan sesaji," lanjutnya.
Terkait makam-makam yang diberikan kain putih di banyak permakaman di Gunungkidul, Riswinarno mengatakan hal tersebut merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada keluarga yang meninggal. Hal itu diyakini dapat memperkuat ikatan dengan arwah dan melestarikan tradisi.
"Pemakaian kain putih untuk membungkus nisan/kijing makam, sebagai wujud dari adanya upaya menghormati, mensucikan, meninggikan si tokoh yang dimakamkan tadi. Mengapa kain putih? Karena dianggap sebagai simbol kebersihan, kesucian, kesederhanaan," tuturnya.
Bentuk Kearifan Lokal
Di sisi lain, bentuk menutup makam dengan kain putih diyakini sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat setempat. Hal serupa pun dilakukan di makam-makam ulama atau tokoh besar dalam Islam.
"Kayaknya local wisdom dari masyarakat setempat. Yang jelas kalau perspektif Islam, tidak ada anjuran atau keharusan memberi kain putih di atas makam. Selama ini yang saya tahu, biasanya makam-makam ulama atau publik figur yang disepuhkan diberi penutup, dan biasanya terpisah dengan makam warga lainnya," ujar Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Willi Ashadi S.H.I., M.A.
------
Artikel ini telah naik di detikJogja.
Simak Video "Video: Viral Lurah di Gunungkidul Disiram, Disebut Karena Masalah Utang"
(wsw/wsw)