Semarang - Dugderan, inilah tradisi kuno Semarang untuk menandai datangnya bulan Ramadhan. Ramai petasan dan begud, prosesi dugderan bisa ditonton wisatawan.
Foto: Tradisi Dugderan di Semarang

Dugderan kembali digelar untuk mengabarkan akan masuk bulan Ramadhan di Kota Semarang. Tradisi tua ini tak lekang oleh waktu (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) Β
Bedug dan petasan masih digunakan untuk mengiringi prosesi sakralnya seperti kala pertama digelar sekitar tahun 1881. Tahun ini Dugderan jadi rangkaian HUT ke-472 Kota Semarang (Angling Adhitya Purbaya/detikcom)
Warak merupakan hewan fantasi yang menyimbolkan kerukunan etnis si Ibu Kota Jawa Tengah itu. Kepala Naga simbol etnis Tionghoa, badan Unta menyimbolkan Arab, dan kaki Kambing menyimbolkan Jawa (Angling Adhitya Purbaya/detikcom)
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi berperan sebagai Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat. Dia menaiki kereta kencana menuju Masjid Agung Kauman Semarang yang bersejarah (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) Β
Inti dari Dugderan yaitu penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat. Suhuf Halaqof ituΒ dibacakan kemudian dilakukan pemukulan bedug disertai suara petasan meriam (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) Β
Sebelum meninggalkan Masjid Kauman, Wali Kota akan membagikan kue khas Semarang, Ganjel Rel dan air khataman Al Quran. Maknanya, warga harus merelakan hal-hal yang mengganjal ketika memasuki bulan Ramadhan, dan hati harus bersih maka diminumi air Khataman Al Quran (Angling Adhitya Purbaya/detikcom)

Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan