Melansir BBC News, Jumat (23/3/2018), saat ini sedang berlangsung kampanye pembersihan Pegunungan Himalaya, Everest. Tujuannya untuk mengangkut 100 ton sampah yang ditinggalkan oleh wisatawan dan juga pendaki gunung tertinggi di dunia itu.
Pada hari pertama kampanye ini beberapa waktu lalu, sebanyak 1.200 kilogram sampah diterbangkan. Cukup jauh jika perjalanannya dari Bandara Lukla ke Kathmandu untuk didaur ulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kampanye pembersihan tahun ini difokuskan pada barang-barang yang dapat didaur ulang di ibu kota Nepal. Menggunakan maskapai Yeti Airlines, sampah-sampah gunung itu diangkut.
Sampah-sampah gunung yang bisa didaur ulang itu terus menerus ada dan dikirim sepanjang tahun. Sebagian besar limbah yang tersisa di gunung adalah botol atau kaleng bir, kaleng makanan, dan peralatan mendaki atau trekking yang dibuang.
Di dalam sampah itu termasuk pula tabung oksigen, alat bantu yang amat penting kegunaannya untuk mendaki di ketinggian tertentu. Ketika oksigen mulai menipis.
BACA JUGA: Himalaya dan Everest, Atap Dunia dan Tempat Paling Berbahaya di Bumi
Memang, program pembersihan telah dijalankan oleh pemandu lokal atau yang dikenal sebagai Sherpa selama beberapa dekade. Saat ini kampanye pembersihan gunung itu dikoordinasikan oleh Komite Pengendalian Pencemaran Sagarmatha---Sagarmatha Pollution Control Committee (SPCC).
Di ujung tombaknya adalah para Sherpa yang masih mengumpulkan sampah di dataran tinggi itu. Menurut laporan SPCC, lebih dari 100 ribu orang mengunjungi wilayah Gunung Everest pada tahun lalu dan sekitar 40 ribu adalah pendaki gunung.
Selain mengelola limbah industri yang ditinggalkan oleh pengunjung, SPCC dan pemandu lokal harus berurusan dengan limbah biologis yang ditinggalkan oleh pada turis Gunung Eveerest. Pada tahun 2015, asosiasi pendaki gunung di negara itu memperingatkan bahaya kotoran manusia yang menjadi ancaman bagi kesehatan.
Sejak saat itu, SPCC langsung membangun toilet portabel di sekitar kamp-kamp utama pendakian Gunung Everest. Tingginya jumlah pendaki juga meningkatkan masalah keamanan.
Efeknya adalah adanya peraturan baru yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu. Isinya melarang pendakian solo dan memaksa pendaki asing untuk mendaki Gunung Everest ditemani oleh pemandu atau Sherpa.
BACA JUGA: Jenderal Gatot Hobi Main Mobil Gede (msl/aff)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!