Singapura masih menyisakan satu kampung sebagai tepat tinggal warganya. Itu berada di Kampong Lorong Buangkok.
Singapura, negara kecil tetangga Indonesia, memiliki apa-apa yang serba modern. Bangunan megah gedung dengan bentuk kapal menara Marina Bay Sands, Gardens by the Bay., dan deretan flat tempat tinggal warganya.
Tapi rupanya tidak semua warga tinggal di sana. Masih ada warga yang tinggal di rumah tapak, di Kampong Lorong. Dikutip dari BBC, di sana ada 25 rumah kayu satu lantai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasi Kampong Lorong Buangkok tidak jauh dari kawasan sibuk Yio Chu Kang yang bisa dicapai dengan kereta cepat atau MRT dengan tujuan Stasiun Serangoon. Dari stasiun itu, perjalanan dilanjutkan dengan bus nomor 70 atau 103 dan turun di depan Gereja St Vincent de Paul.
Dari halte bus ini, traveler tinggal menyeberang jembatan ke seberang kanal dan akan terlihat petunjuk arah ke Kampung Lorong Buangkok.
Kampong Lorong Buangkok memang menyuguhkan suasana Singapura tempo dulu. Di sini masih ada tumbuhan ketapang dan kabel listrik yang menggantung. Di area Singapura lain, jaringan listrik dipasang di bawah tanah, dan masih ada ayam berkeliaran di halaman.
Kampung ini juga area di sekitarnya seolah tidak diperbolehkan untuk dikembangkan cepat-cepat sebagai area komersial atau industri.
Salah satu alasan Kampong Lorong Buangkok tetap bertahan adalah seorang perempuan berusia 70 tahun, Sng Mui Hong. Dia bungsu dari empat bersaudara putri pedagang obat, Sng Teow Koon, yang membeli tanah di kampung itu pada 1959, sembilan tahun sebelum Singapura merdeka.
Saat itu kampung tersebut masih berupa rawa-rawa. Kemudian, Koon menyewakan tanahnya kepada orang-orang Melayu dan China yang datang dan menetap di sana.
Berdasarkan keterangan dari pemandu wisata Kyanta Yup, biaya sewa rumah di Kampong Lorong Buangkok juga sangat murah. Sekitar USD 4,5 hingga USD 30 atau sekitar Rp 65 ribu sampai Rp 430 ribu per bulan.
Sebagai gambaran, menyewa bangunan dengan luas sepersepuluh di apartemen milik pemerintah harganya 20 kali lipat. Harga sewa bisa berkali lipat lagi andai memilih kamar di seberang kanal.
Selanjutnya Kampong Lorong Buangkok Banyak yang Mengincar
Kini dengan lahan di Singapura yang makin mahal, kampung itu bukannya tidak ada yang mengincar. Sejumlah proposal pernah diajukan agar Mui Hong mau menjual kampung tersebut.
Salah satu proposal itu datang pada 2014. Proposal itu menyebut ingin membeli tanah tersebut untuk dijadikan jalan tol, dua sekolah, dan taman bermain.
Proposal itu tidak tembus. Mui Hong berjanji tidak adakan menjual tanah itu. Pemerintah juga tidak tertarik untuk emmebrikan izin mengubah kawasan itu menajdi modern.
"Lorong Buangkok dapat dipertahankan sebagai bagian dari sekolah untuk kegiatan pembelajaran di luar ruangan misalnya, atau diintegrasikan ke dalam taman atau taman bermain di masa depan," kata Dr Intan Mokhtar, mantan politisi dan asisten profesor kebijakan dan kepemimpinan di Institut Teknologi Singapura.
"Sebagian besar (penduduk) telah tinggal di sana selama lebih dari separuh hidup mereka, dan mereka memperlakukan satu sama lain sebagai keluarga," dia menambahkan.
Salah satu penduduk setempat, Nassim, berharap pemerintah tidak mengubah kebijakan. Sebab, Kampong Lorong Buangkok merupakan salah satu jejak masa lalu Singapura yang patut diketahui anak cucu.
"Pemerintah harus melihat betapa pentingnya kampung kami ini. Kalian harus mempertahankan sesuatu untuk mengingatkan generasi muda seperti apa negara ini dulunya," kata Nassim.
Simak Video "Video: Tampang 12 Wanita Pelaku Penjualan Balita ke Singapura"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/ddn)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba