Enam turis yang mengenakan helm dan baju terusan tebal duduk berdesakan di dalam lorong tambang yang sempit. Ruangnya nyaris tidak cukup untuk berlutut.
Pemandu wisata lokal mengeluarkan korek api sekali pakai, menyalakan sekering hijau terang dengannya, dan dengan tenang mengantar semua orang ke belakang. "Sebentar lagi," katanya dikutip dari CNN, Senin (10/3/2025).
Beberapa saat kemudian, gelombang kejut yang kuat merobek terowongan, diikuti oleh awan debu.
Dia baru saja meledakkan sebatang dinamit yang dibeli di pasar lokal pada hari itu oleh salah satu turis. Harganya 13 Bolivianos (kurang dari Rp 30.000).
Kota pertambangan Bolivia, Potosí, adalah satu-satunya tempat di dunia di mana masyarakat umum dapat membeli dinamit secara legal.
"Bagi para penambang, hal yang paling penting adalah dinamit. Jika Anda tidak tahu cara menanganinya, itu berbahaya," kata Jhonny Condori, seorang pemandu wisata tambang Potosí.
Namun bagi para penambang dinamit adalah alat untuk mempercepat ekstraksi mineral.
Berusia berabad-abad, jaringan tambang Potosí sangat luas. Para penambang berlari naik dan turun di lorong-lorong yang panjang dan sempit, mendorong gerobak yang penuh dengan pecahan batu di sepanjang rel kereta api yang sudah usang.
Pemandangan itu mengingatkan kita pada adegan dalam film "Indiana Jones and the Temple of Doom" atau Tambang Emas Wario di Mario Kart.
Potosí berada di ketinggian lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut, menjadikannya salah satu kota tertinggi di dunia. Jalan-jalannya yang sempit dan atap genteng merah serta dinding plesteran pada bangunannya mengisyaratkan masa lalu kolonial Spanyol.
Sebagian besar penambangan dilakukan di daerah yang berdekatan dengan "Cerro Rico" yang berwarna merah (Gunung Kaya dalam bahasa Inggris). Dinamakan demikian karena kekayaan yang sangat besar yang pernah dibawa dari kota ini.
"Saat ini, Potosí dianggap sebagai salah satu daerah termiskin di seluruh Bolivia," kata Julio Vera Ayarachi, seorang pemandu wisata lokal.
Selanjutnya, Kota Perak >>>
(msl/fem)