Banyak benda-benda dan bangunan yang menyimpan sejarah di Jakarta. Salah satunya di Stasiun Tanjung Priok, yang menghadirkan bangunan megah stasiun dari zaman Belanda.
detikcom datang ke Stasiun Tanjung Priok dan menelusuri cerita yang dimiliki bangunan tersebut. Merunut sejarahnya, Stasiun Tanjung Priok ternyata dibangun tepat di atas dermaga Pelabuhan Tanjung Priok dan diresmikan pada 2 November 1885.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
|
Keterangan sejarah Stasiun Tanjung Priok bisa kamu temukan tepat di depan bangunan. Terpampang sebuah plakat berwarna perak kekuningan yang menuturkan sejarah lengkap pembangunannya.
Bangunan Stasiun Tanjung Priok ini memberikan nuansa serasa berada di mesin waktu. Bangunan tinggi megah bergaya art deco begitu masih terlihat kokoh di umurnya yang sudah seabad lewat.
Masuk ke dalam gedung, kamu akan melihat betapa tingginya atap gedung. Lampu-lampu bergaya lama tergantung dengan indahnya. Dinding dengan keramik khas masih menempel dengan rapi.
Penumpang lalu lalang masuk dan mengantre di depan loket. Tua muda begitu sibuk dengan diri masing-masing sembari menunggu datangnya kereta di ruang tunggu.
Stasiun Tanjung Priok melayani KRL dan kereta lokal tujuan Purwakarta. Adapun rute KRL yaitu Tanjung Priok-Jakarta Kota. Sedangkan kereta lokal melayani Tanjung Priok-Purwakarta dan berangkat setiap hari. Jadi kamu jangan heran bila banyak melihat orang-orang membawa koper atau berdus-dus barang.
"Dalam sehari ada penumpang sekitar 7.000 orang. Sebanyak 3.500 orang beraktivitas dengan KRL dan 3.500 orang di kereta lokal. Dan yang paling ramai itu saat hari Jumat dan Sabtu," ungkap Gatot Sudarmadji, Kepala Stasiun Tanjung Priok, kepada detikcom.
Sebagai cagar budaya, tentu bangunan ini punya cerita sejarah yang panjang. Bagian-bagian gedung stasiun pun dulunya pernah berfungsi sebagai bar. Bahkan, saat itu, ruang tunggu untuk kaum pribumi dan golongan ningrat pun dibedakan. Tak bisa asal-asalan duduk di sembarang tempat.
Sekarang kita pun masih bisa mengenang dan membayangkan bagaimana tingkat sosial yang sangat berjenjang di zaman old. Terlihat dari adanya bekas meja bar dan restoran dahulunya di bangunan ini. Namun, traveler tak bisa sembarangan masuk ke kawasan ini.
"Bila ingin menjelajah, kamu harus minta izin dulu ke pihak stasiun. Ini adalah kawasan cagar budaya dan juga sarana publik untuk transportasi. Tentu kita harus lebih ekstra menjaganya," tambah Gatot.
Ya, kamu tidak bisa asal-asalan berkeliling ruangan yang ada di Stasiun Tanjung Priok. Butuh izin dari pihak stasiun terlebih dahulu.
Jika kamu perhatikan, atap baja melengkung di atas peron kereta membuat Stasiun Tanjung Priok semakin berbeda. Mata milenial akan menyebutnya sebagai spot instagramable.
![]() |
Karena bentuk bangunannya yang khas bergaya Belanda, Stasiun Tanjung Priok pun menjadi salah satu spot populer untuk foto-foto prewedding. Jika minat, kamu harus minta izin dan bayar biaya sewa.
"Ada juga yang prewedding di sini. Kita menyewakan tempat seharga Rp 1,5 juta selama 1 jam," kata Gatot.
Fasilitas di dalam Stasiun Tanjung Priok sama seperti stasiun kereta pada umumnya. Ada tempat pembelian tiket, musala, ruang menyusui, ruang tunggu, toilet dan jalur untuk tunanetra. Namun, Gatot mengakui masih ada fasilitas yang kurang di stasiun yang sedang mereka usahakan.
"Kita masih kurang untuk fasilitas untuk disabilitas. Kita baru punya sekedar garis kuning untuk tunanetra di KRL saja. Kalau permintaan fasilitas dari komunitas disabilitas salah satunya adalah running text untuk tuna rungu, dan ini yang sedang kitta usahakan," tutup Gatot.
(sym/krs)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan