Pakar Antropologi UI Jajang Gunawijaya dalam perbincangan dengan detikTravel menilai bahwa polemik sedekah laut di Bantul ini harus dilihat secara objektif dan hati-hati. Mengkritik sebuah tradisi harus mengedepankan dialog dan menjauhi konflik.
"Mengingatkan itu boleh, tapi tidak boleh memaksa. Kalau dipaksakan ya konflik," kata Jajang di kampus FISIP Universitas Indonesia, Depok, Kamis (18/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tari Gandrung Sewu yang dulunya erotis berubah kostumnya jadi tidak erotis. Kostum yang terbuka jadi tertutup. Yang tadinya untuk menggoda, sekarang jadi hiburan. Yang tadinya tradisional sekarang menjadi karnaval. Memang harus ada inovasi," jelas Jajang.
Inovasi untuk mengubah tradisi sedekah laut menjadi lebih baik itu perlu dilakukan, apalagi kalau itu berdampak positif untuk menarik wisatawan. Namun, Jajang tidak setuju jika sampai tradisi sedekah laut dihapuskan lantaran ada protes dari satu kelompok orang.
"Tapi saya tidak setuju kalau ada orang bilang ini musyrik lalu dihapuskan, kalau kayak begitu habis budaya kita. Kita akan kehilangan identitas diri sebagai bangsa yang kaya budaya dan identitas seni. Biarkan budaya itu ada dan kalau perlu diperbarui," tutupnya. (fay/fay)
Komentar Terbanyak
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Wapres Gibran di Bali Bicara soal Pariwisata, Keliling Pasar Tradisional