Tidak jarang, penyedia layanan wisata kini menjadikan public figure bukan sebagai media promosi biasa. Tetapi, menawarkan pengalaman berbeda untuk lebih dekat dengan para seleb dengan berwisata. Sebenarnya, seberapa efektifkah cara ini untuk mencari animo traveler?
detikcom menghubungi Devie Rahmawati, Pengamat Sosial Program Vokasi Komunikasi Universitas Indonesia sekaligus traveler, mengenai fenomena ini. Menurut Devie, hal ini karena industri selebriti yang semakin meluas, sehingga efektif untuk menjadi 'magnet' sebuah produk untuk menggaet para konsumen agar menggunakan jasa atau produk tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini pun berkaitan dengan daya tarik selebriti yang menjadi sesosok idola, kemudian digandrungi masyarakat. Inilah yang menjadi buah dari akar sifat manusia yang menjadikan idola tersebut sebagai pelarian untuk mencari hiburan kemudian menjadikan kehidupan sehari-harinya untuk diketahui lebih lanjut.
"Kenapa kemudian selebriti menjadi sangat penting, pada dasarnya manusia membutuhkan hiburan. Karena kehadiran sosok selebriti ini jadi pelarian dari kepenatan, ketidaknyamanan dan selebriti menjadi pelariannya. Makanya yang berkaitan dengan selebriti jadi menyenangkan, urusan gosip, pakaiannya, kukunya patah lah, dan sebagainya. Karena manusia butuh pelarian dari rutinitas yang membosankan dan melelahkan. Tidak heran kalau produknya semakin meluas, termasuk dalam produk tawaran jasa wisata," tambah Devie.
Ketika selebriti tersebut menjadi idola, maka audiens pun tertarik mengetahui seluk beluknya lebih lanjut. Sehingga, wadah open trip atau perjalanan wisata terbuka bersama selebriti dilirik para idola yang ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana selebriti itu dari dekat, yang juga, menjadi potensi bisnis para penyedia layanan wisata.
"Makanya tawaran ketika bersama dengan selebriti itu menawarkan keintiman. Keintiman ini yang kemudian ditawarkan. Tapi apakah realisasinya bisa seintim itu, kan belum tentu, karena pasti ada batasan-batasan juga. Tapi imaji atau bayangan akan keintiman akan bisa mengeksplor lebih jauh, mengenal sesuatu yang selama ini diagungkan karena ada distance (jarak) itu membuat kita semakin mengangumi, semakin penasaran dan sebagainya. Ini yang membuat orang rela melakukan apa saja termasuk tadi, tawaran tur bersama selebriti menjadi sangat berharga sekali," tambah Devie.
Namun, hal ini tentu memiliki batasan yang harus dijaga oleh masing-masing pihak. Sang public figure, tentunya memiliki batasan untuk menjaga privasi agar reputasi dan citranya tetap terbentuk di masyarakat.
Begitu pun dengan penyedia layanan wisata yang berperan sebagai jembatan antara public figure dan pengguna jasa. Penyedia layanan juga harus menjamin, bagaimana tur berjalan sesuai kesepakatan yang diberikan baik kepada pihak si selebriti, maupun peserta tur.
"Pasti dalam hal ini saya yakin sudah ada SOP dan sang selebriti dengan kesadaran yang penuh juga menjaga hal-hal yang menurut dia akan kontraproduktif jika tidak mengelola penampilannya apabila pergi bersama fansnya. Bagi para traveler juga dengan serius meminta jaminan dari penawar jasa, yang misalnya dituangkan dalam perjanjian. Orang Indonesia lemahnya, karena kita masyarakat yang komunal, sangat sosial sehingga mudah sekali percaya dengan orang lain. sehingga hukum tidak diperhatikan. Seharusnya harus ada detail, traveler dapat apa, hak dan kewajibannya apa. Dituangkan dalam materai perjanjian dan sebagainya," ucap Devie.
Lanjut Devie, perjanjian ini pun untuk menjaga citra atau reputasi penyedia jasa dan sang artis yang memiliki dampak luas kepada masyarakat selanjutnya. Hal ini juga untuk mencegah masyarakat tidak terkena penipuan dengan penyedia layanan abal-abal atau palsu.
"Sehingga, bagi penawar promo juga tidak sembarangan. Alasannya jelas karena ini menyangkut nama baik semua orang, apalagi selebritis. Ini satu permintaan rasional yang seringkali penipuan berkedok travel sudah seringkali terjadi. Nah ini kemudian harus selalu diingatkan pada masyrakat kita yang literasi hukumnya masih sangat rendah. Jadi jangan merasa gengsi bertanya soal hukum, untuk belajar dari orang yang tertipu dan jadi bentuk tanggung jawab travel agent," kata dia.
detikTravel pun mengulas fenomena open trip bersama public figure dari berbagai sudut pandang. Traveler bisa membaca ulasan lengkapnya dengan klik di sini. (wsw/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum