Penutupan Pulau Komodo merupakan wacana yang digulirkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada bulan Januari 2019. Hingga kini, wacana tersebut masih dibahas oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Tolong Jangan Tutup Pulau Komodo
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah bertemu Pak Wiratno dan menyampaikan argumentasi menolak penutupan Pulau Komodo," tegas Akbar kepada detikcom, Senin (5/8/2019).
![]() |
Menurut Akbar, wacana penutupan Pulau Komodo yang dilandasi alasan konservasi adalah tidak tepat. Sebab menurutnya, warga Desa Komodo sendiri tidak pernah mengusik habitat komodo.
"Kami membentuk tim terpadu yang terdiri dari berbagai stakeholder dari peneliti komodo sampai pengusaha wisata. Hingga kini, belum ada indikasi penurunan nilai-nilai konservasi di Pulau Komodo," paparnya.
BACA JUGA: Isu Pulau Komodo Ditutup, Ini Penjelasan Jokowi
Menurut Akbar, Wiratno mendengarkan dengan seksama dan mengapresiasi kedatangan warga Desa Komodo. Akbar menjelaskan, dari aspek konservasi, sosial hingga ekonomi tidak ada hal yang mendesak yang sampai harus menutup Pulau Komodo.
"Tidak ada yang 'urgent' sehingga harus menutup Pulau Komodo. Semuanya baik-baik saja sampai saat ini," ungkapnya.
![]() |
Perlu diketahui, ada 2.000 jiwa penduduk di Pulau Komodo yang terbagi dalam 500 KK, 1 desa, 5 dusun dan 10 RT. Selain itu, isu Pemprov NTT ingin memindahkan warga desa ke sana ke pulau lain juga diprotes.
"Kami warga Desa Komodo sudah hidup di Pulau Komodo jauh sebelum ada taman nasional dan jauh sebelum ada negara Indonesia. Kami tidak akan pindah, karena itu rumah kami, tanah kelahiran kami," paparnya.
BACA JUGA: Isu Penutupan Pulau Komodo Sampai Diulas Media Inggris
Siang ini, Akbar dan perwakilan warga Desa Komodo yang datang ke Jakarta baru saja mendatangi Kementerian Pariwisata. Mereka bertemu staff ahli menteri pariwisata.
"Kami sampaikan semua data-data yang kami punya, kami tidak asal sembarang ngomong," katanya.
![]() |
Akbar juga berharap, mereka bisa menemui Presiden Jokowi untuk menyampaikan aspirasinya. Namun hingga kini, hal itu belum bisa terwujud.
"Kami datang ke Jakarta dengan uang pas-pasan dari patungan masyarakat. Kami datang ke Jakarta untuk memperjuangkan kehidupan kami," tutupnya.
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol