Pasal-pasal RUU KUHP yang Dikhawatirkan Ganggu Pariwisata

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pasal-pasal RUU KUHP yang Dikhawatirkan Ganggu Pariwisata

Tim - detikTravel
Selasa, 24 Sep 2019 16:50 WIB
Ilustrasi pantai Kuta di Bali. (Foto: Yanthi Rumian/d'Traveler)
Jakarta - Sejumlah pasal di Rancangan Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP/RKUHP) turut memunculkan kekhwatiran, secara khusus terhadap imbasnya ke sektor pariwisata Indonesia.

Dalam beberapa waktu terakhir ada sejumlah pasal RKUHP yang ramai dibicarakan karena dianggap kontroversial. Paling tidak ada tiga pasal di antaranya yang terkait sektor pariwisata.

Yang pertama adalah pasal 417 Ayat 1, yakni "Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Selain itu ada pula "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II" yang tertuang di pasal 419 Ayat 2.

Sedangkan pasal lain mengatur tentang perempuan yang bekerja dan harus pulang malam lalu dianggap gelandangan bisa dikenai denda Rp 1 juta, termasuk juga ancaman denda dengan jumlah yang sama bagi para pengamen, gelandangan, dan tukang parkir (Pasal 432).

Sehubungan dengan itu, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) sudah menyatakan rencana pengajuan revisi terhadap pasal RUU KUHP yang dianggap berpotensi merugikan pariwisata di Tanah Dewata. Dalam keterangan tertulisnya, Cok Ace menyoroti 417 dan 419 RKUHP yang dianggapnya sangat menyentuh ranah pribadi masyarakat, secara khusus wisatawan asing.




"Ini tentu mengkhawatirkan wisatawan asing karena KUHP Indonesia menganut azas teritorial seperti yang termaktub dalam pasal 2 KUHP yang berlaku saat ini," sebut Cok Ace, yang juga menjabat sebagai wakil gubernur Bali dan ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bali tersebut.

"Yang artinya setiap orang tidak peduli warga negara apa pun yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk pada hukum pidana Indonesia. Hal ini tentunya akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Karena, bila RKUHP berlaku, tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat saja akan menjadi ancaman bagi mereka," imbuh dia.

Cok Ace juga mengulas perihal pasal 432, secara khusus mengenai wanita pekerja malam. Padahal, katanya, dalam industri pariwisata tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan. "Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata karena akan terbatas pada jam malam."




RKUHP sendiri sudah memicu gelombang penolakan luas. Pimpinan DPR dan pemerintah akhirnya sepakat untuk tidak mengesahkan RUU KUHP dalam rapat paripurna DPR hari ini, Selasa (24/9/2019).

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo memahami keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta empat RUU untuk ditunda pengesahannya. DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) kemarin dan forum lobi hari ini sepakat menunda pengesahan RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan.

"Karena ditunda, DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP, sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat," ujar Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya.




(krs/sym)

Hide Ads