Masa depan Labuan Bajo sedang dalam polemik sebagai destinasi superprioritas. Sejumlah PR besar andai Labuan Bajo bakal mewujudkan misi itu.
Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi destinasi wisata favorit, baik wisatawan asing ataupun domestik, beberapa tahun terakhir. Bentang alam, komodo, dan rempah serta kopi, plus cuaca panas sepanjang tahun, juga jalanan mulus merupakan daya tarik Labuan Bajo.
Potensi Labuan Bajo itu juga membuat pemerintah berencana untuk menjadikan kawasan itu sebagai destinasi prioritas. Tapi, rencana itu menuai pro dan kontra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian menilai rencana membangun Labuan Bajo menjadi destinasi superprirotas dinilai bakal mendongkrak kualitas wisatawan yang datang. Di sisi lain, pembangunan Labuan Bajo menjadi destinasi prioritas dinilai bakal mengorbankan keasrian kawasan itu, juga ekonomi kerakyatan.
detikTravel mendapat kesempatan untuk datang ke Labuan Bajo bersama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBJF) sepanjang akhir pekan ini bersama sejumlah pewarta dari Jakarta di atas kapal Cajoma VI alias life on board.
"Terjadi kenaikan wisatawan dari tahum 2009-2010, ada kontribusi pendapatan daerah sebanyak 40 persen di dalamnya," ujar Augustinus Rinus, kepala Dinas Pariwisata da Budaya Manggarai Barat, NTT.
Adanya status superprioritas dan superpremium membuat Bumi Komodo mendapat banyak tantangan. Padahal, target jumlah wisatawan terus naik setiap tahunnya di Labuan Bajo.
"Tangtangan kami ada di aksesibilitas, amenitas, sdm dan sampah," dia mengungkapkan.
Augustinus menjelaskan bahwa aksesibilitas menuju destinasi di luar dan di dalam taman nasional masih minim. Belum lagi amenitas yang terbatas. Harusnya ada fokus yang dilakukan pada destinasi di luar taman nasional.
"Beralih ke sumber daya manusia, dari 121 ribu angkatan kerja 60 persennya memiliki ijazah di bawah SD. Diharapkan pemerintah pusat memberikan pelatihan, pendampingan dan modal usaha," dia menjelaskan.
Kemudian ada masalah sampah yang juga jadi isu global. Turis yang datang saja sampai angkat bicara.
"Menurut 58 persen turis asing, Kota Labuan Bajo banyak sampah, sedangkan 38 persen bilang pantainya yang kotor," katanya.
Yang terakhir adalah jaringan telekomunikasi. Sebagai satu-satunya wisata superpremium Indonesia, jaringan telekomunikasi harusnya juga diperhitungkan.
"Karena di beberapa destinasi favorit, seperti Pulau Rinca masih sulit jaringan telekomunikasi. Padahal kalau ada kecelakaan wisatawan akan sangat sulit berkomunikasi," ujar dia.
Baca juga: Hari Ini Pulau Padar Ramai |
(bnl/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum