Media sosial dihebohkan dengan kabar pembakaran hutan Papua yang diduga oleh perusahaan Korea Selatan. Akibatnya tagar #savepapua trending di dunia maya.
Berdasarkan penelusuran, isu mengenai hutan Papua ini pertama kali diangkat oleh media BBC Indonesia. Dalam laporan investigasinya, mereka melaporkan bahwa perusahaan Korea Selatan, Korindo Group dengan 'sengaja' membakar hutan Papua nyaris seluas ibu kota Korsel, Seoul.
Pembukaan hutan dilakukan untuk mengubah lahannya menjadi perkebunan sawit. Kasus tersebut terjadi di Boven Digoel dan Merauke.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan 'kesengajaan' pembakaran hutan itu diperoleh dari riset yang dilakukan Forensic Architecture yang berbasis di Goldsmith University, Inggris dengan Greenpeace. Dari hasil penelitian, pembakaran tersebut telah dilakukan mulai tahun 2011-2016.
Forensic Architecture menerapkan analisis spasial dan arsitektural serta teknik pemodelan dan penelitian canggih untuk menyelidiki kasus itu. Mereka juga membandingkan citra satelit dengan data titik api dari satelit NASA di area sama pada periode sama.
"Kami menemukan bahwa pola, arah dan kecepatan pergerakan api sangat cocok dengan pola, kecepatan, arah pembukaan lahan. Ini menunjukkan bahwa kebakaran dilakukan dengan sengaja," ujar peneliti senior Forensic Architecture, Samaneh Moafi sebagaimana diwartakan BBC Indonesia.
Menanggapi investigasi yang mengungkapkan pembakaran hutan ini, Karindo Group pun memberikan pernyataannya dan membantah laporan BBC tersebut. Berikut ini pernyataan Korindo Group:
Menanggapi adanya pemberitaan bertajuk "Papua: Investigasi ungkap perusahaan Korsel 'sengaja' membakar lahan untuk perluasan lahan sawit" oleh BBC Indonesia pada tanggal 12 November 2020, kami memandang hal ini merupakan tuduhan yang serius sehingga kami perlu menyampaikan tanggapan berikut ini:
Perlu ditegaskan bahwasanya pada tahun 2015, perusahaan telah melakukan pembayaran pelepasan hak atas tanah ulayat kepada 10 marga seluas 16.000 hektar yang berada di areal PT Tunas Sawa Erma Blok E sesuai dengan perjanjian dan jumlah yang telah disepakati bersama, termasuk dengan Petrus Kinggo yang menjadi narasumber di pemberitaan tersebut.
Meskipun Petrus Kinggo dan semua marga lainnya telah menerima pembayaran kompensasi pelepasan lahan, namun pada faktanya hingga saat ini perusahaan belum pernah melakukan pembukaan lahan di seluruh areal tersebut. Sehingga dapat dipastikan bahwa tidak ada hak atas tanah masyarakat yang dilanggar oleh perusahaan. (Peta terlampir).
Informasi yang diragukan lainnya berasal dari Elisabeth Ndiwaen yang bukan merupakan perwakilan marga yang berada di PT. Dongin Prabhawa karena yang bersangkutan lahir dan dibesarkan di Kota Merauke yang jaraknya sangat jauh sekitar 400 km (jalan darat dan sungai) dari lokasi perkebunan. Merespon aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan adanya perubahan, pembangunan, dan kesejahteraan hidup, maka sejak awal perusahaan dan masyarakat bersama-sama terus menjalin komunikasi yang baik dan membuat kesepakatan, seperti kesepakatan pembayaran hak ulayat kepada 8 marga di tahun 2011, dilanjutkan dengan kesepakatan program pembinaan masyarakat, serta dicapainya kesepakatan pembayaran dana pengembangan kampung sebesar Rp 30 miliar pada tahun 2012. Hingga saat ini perusahaan terus merealisasikan kesepakatan-kesepakatan tersebut
Namun sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi, perusahaan akan melakukan investigasi terhadap kedua isu di atas secara mendalam dan melibatkan para pihak terkait . Proses investigasi ini dimasukkan kedalam Sistem Penanganan Keluhan (Grievance System) Korindo.
Terkait dengan adanya tuduhan pembakaran hutan dalam periode tahun 2011-2016, perlu kami jelaskan kembali pernyataan The Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017. Hasil kesimpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar.
Temuan FSC tersebut memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pembukaan lahan dilakukan secara mekanis dan tanpa bakar. Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 yang menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation dan telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
Selain berita diduga pembakaran hutan oleh perusahaan Korea Selatan, detikTravel juga diramaikan oleh berita bos AirAsia yang jadi Ojol dan rute terbaru maskapai AirAsia.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan