Jemaah dari Indonesia tetap bisa menjalankan umroh saat pandemi virus Corona. Wasekjen Amphuri Rizky Sembhada meminta agar pengelola Bandara Soekarno-Hatta lebih disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Jemaah Indonesia tetap mendapatkan lampu hijau untuk melaksanakan umroh kendati kelompok penerbangan (kloter) paling awal tidak betul-betul bersih dari COVID-19. Total muncul 13 kasus virus Corona pada rombongan pertama yang terbang pada 1 November 2020.
Tiga kasus muncul saat jemaah tiba, kemudian sepuluh lainnya kasus COVID-19 muncul setelah tes swab kedua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka yang positif COVID-19 itu tidak bisa pulang sesuai jadwal, namun harus menjalani karantina di Arab Saudi hingga pulih. Dalam prosesnya, pemerintah Arab Saudi tetap membuka pintu bagi jemaah Indonesia untuk umroh.
Merujuk pengalaman dari beberapa kelompok penerbangan (kloter) umroh sebelumnya, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), menyebut ada celah penularan COVID-19 saat jemaah berada di Bandara Soekarno Hatta.
"Protokol kesehatan luar biasa, tapi di Jakarta sayang banget, di Bandara Soekarno Hatta, memang kurang disiplin soal penerapan protokol kesehatannya. Bukan apa-apa ya, ini sebagai bentuk masukan kepada pemerintah," kata Rizky dalam IGLive bersama detikTravel beberapa waktu lalu.
"Di Jakarta tidak tertib dalam melaksanakan protokol kesehatan. jemaah dibiarkan membuat kerumunan. Sampai di dalam pesawat yang berkapasitas 360 orang, diisi 300-an orang, tidak ada social distancing," dia menambahkan.
Situasi itu berbeda signifikan saat jemaah tiba di Arab Saudi. Para jemaah sudah mendapatkan goodie bag yang isinya masker, hand sanitizer, serta tisu basah dan kering saat masuk pesawat.
![]() |
Saat dijemput di Bandara Jedah, memakai masker, jaga jarak, dan larangan berkerumun betul-betul diterapkan. Kemudian, jemaah umroh dari Indonesia itu langsung diminta memasuki bus untuk menuju hotel.
"Setelah sampai di Arab Saudi, di sana tertib mulai penjemputan masuk bandara, tas dipisah disemprot disinfektan, kapasitas bus 50 orang diisi 19-20 orang," ujar Rizky.
Di dalam bus juga sudah disediakan satu paket Alat Pelindung Diri (APBD) berupa masker, hand sanitizer, serta tisu asah dan tisu kering.
Paket serupa kembali didapatkan jemaah setelah masuk kamar hotel.
"Setelah sampai, kami masuk hotel, kami terpisah dengan tas-tas kami tidak membawa langsung. Tas-tas disendirikan disemprot disinfektan dan diantar petugas. Sementara kami langsung dikarantina selama tiga hari setelah sampai di sana," Rizky membeberkan.
Baca juga: Amphuri Luruskan Soal Penyetopan Visa Umroh |
"Selama tiga hari itu di hari kedua, kami menjalani swab ulang. Bagi jamaah yang PCR ya negatif diizinkan umroh, yang positif dipindahkan dan dikarantina lagi," dia menjelaskan.
Dari tes swab itu, tiga jemaah Indonesia dinyatakan positif COVID-19. Rizky menduga selain adanya kerumunan di bandara, jemaah umroh juga tidak disiplin saat karantina di hotel dengan tetap keluar masuk kamar orang lain.
Selanjutnya: Denda Besar untuk Pelanggar Protokol Kesehatan di Arab Saudi
Rizky menyebut tidak semua jemaah umroh dari Indonesia bisa berlapang dada menerima aturan ketat pelaksanaan prokes anti-COVID-119 di Arab Saudi. Tapi, dalam prosesnya seluruh jemaah bisa memahami karena rupanya instruksi pemerintah terkait penerapan prokes diimbangi dengan dukungan nyata.
"Di sana selain memerintahkan kepada warga dan peserta umroh, pemerintah Arab Saudi juga memberikan fasilitas, jadi dimudahkan. Kalau ada pelanggaran itu artinya yang bandel orangnya," kata Rizky.
"Ini bisa menjadi masukan bagi Indonesia banyak razia, namun hukumannya tidak tepat. Nah, pelanggaran prokes di Saudi Arabia, siapapun yang tidak memakai masker di tepat umum dendanya 500 real atau Rp 2 juta. Kalau tidak dipenjara. bukan memeluk pohon atau yang tidak berkaitan dengan pelanggarannya," ujar Rizky.
"Kita bisa ambil benang merah, di kita ada Perda tetapi peraturan tanpa sanksi itu percuma. begitu pula dengan karantina. Sejatinya, kalau merujuk jemaah yang dikarantina untuk antisipasi menyetop penularan, pemerintah Indonesia juga bisa melakukannya."
"Kalau memang serius menghentikan penyebaran karantina, karantina saja warga selama 14 hari namun diberi bantuan daripada uangnya diberikan berbulan-bulan, mending 14 hari full kepada seluruh penduduk. Beres, CVID-19 tidak adan nyebar," dia menambahkan.
Lihat IG Live lengkap bareng Amphuri di bawah ini:
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!