Pengamat transportasi, Darmaningtyas, tak memungkiri segarnya hawa dan indahnya pemandangan di Puncak, Bogor menjadikan kawasan itu primadona untuk berakhir pekan. Itulah yang tidak dipunyai kawasan Jadetabek.
"Puncak selalu diminati karena kawasan Puncak memang oase bagi Jabodetabek. Dan ada yang dicari di Puncak yang tak akan ditemukan di kawasan lain, yaitu serba hijau, segar, senang, bahagia, sehat, kenikmatan, nyaman, kemewahan, dan kebebasan. Dan implikasinya adalah kemacetan menuju Puncak," ujar Darmaningtyas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmaningtyas mengungkapkan salah satu penyebab kemacetan adalah transportasi. Tapi, dia menilai kemacetan tidak melulu berimbas negatif, namun ada sisi positif untuk warga setempat.
"Mayoritas pergerakan menuju puncak menggunakan mobil pribadi. Ini juga kondisi jalan yang sempit dan banyak kegiatan samping. Juga banyak angkot ngetem, banyak penyeberangan sebidang dan rendahnya disiplin pengguna jalan. Ini mempengaruhi kemacetan di Puncak," kata Darmaningtyas.
Baca juga: De Voyage, Liburan di Bogor Rasa Eropa |
"Adapun berkah dari macet yaitu timbul joki petunjuk jalan, timbul ojek lokal yang menawarkan jalur alternatif dan tarif angkot bisa naik 3 kali lipat bila melewati jalan alternatif," dia menambahkan.
Agar kawasan Puncak, Bogor tidak lagi menjadi langganan macet, Darmaningtyas memberikan saran dari segi makro dan mikro.
"Mulai dari sisi makro yaitu mendesain ulang pembangunan perkotaan di wilayah Jabodetabek yang berwawasan lingkungan. Menciptakan oase baru di wilayah Jabodetabek agar orientasi saat liburan terpecah, tidak ke puncak semua," kata dia.
"Selanjutnya stop pembangunan jalan tol baru baru di wilayah Jabodetabek, karena semakin banyak tol dibangun makin besar kebutuhan untuk rekreasi ke Puncak mencari kehijauan. Dan juga untuk mengurai kemacetan dengan tol-tol baru yang juga mendorong pergerakan ke puncak semakin banyak," dia menjelaskan.
"Teruntuk dari sisi mikro (transportasi) di mulai dari bebaskan jalur puncak dari kendaraan pribadi, kecuali bagi warga yang tinggal di sana atau memiliki usaha di sana. Jadikan jalur puncak untuk angkutan umum saja. Serta pindahkan pergerakan orang ke angkutan umum sejak dari asal perjalanan melalui layanan khusus," ujarnya.
"Atur juga angkot dengan sistem by the service sehingga tidak membuat mereka ngetem menunggu penumpang. Bangun fasilitas park and ride di pintu-pintu masuk puncak, lalu sediakan shuttle bus sedang yang nyaman untuk mengantar ke tujuan. Selanjutnya, mengurangi U-turn sebidang dengan membangun FO untuk putar balik. Kurangi penyeberangan sebidang di daerah turunan atau tanjakan dan optimalisasi jalur alternatif," ujarnya.
(sym/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!