TikTok Viralkan Desa Tanpa Pria

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

TikTok Viralkan Desa Tanpa Pria

Femi Diah - detikTravel
Minggu, 10 Jan 2021 06:43 WIB
Grup tari dari Desa Umoja (Photo by PABALLO THEKISO / AFP)
Penampilan salah satu penari dari grup dance asal Umoja, desa tanpa pria di Kenya. (AFP/PABALLO THEKISO)
Jakarta -

Sebuah desa di Kenya menjadi viral setelah salah satu pemilik akun TikTok mengungah konten tentang kampung tanpa pria, cuma dihuni perempuan. Seperti apa?

Adalah akun TikTok @themelomoon yang membagikan tentang desa tanpa pria itu. Desa itu Desa Umoja di Kenya.

Dikutip dari elitereaders, Minggu (10/1/2021), Desa Umoja dibangun oleh Rebecca Lolosoli dari Suku Samburu. Dia mendirikan kampung khusus perempuan itu di tahun 1990.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Umoja menjadi tempat suaka bagi perempuan-perempuan yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Di sana juga menjadi tempat tinggal anak-anak terlantar yang dibuang oleh keluarga, juga anak-anak perempuan korban perang. Bahkan, ada pula perempuan korban praktik sunat dan penderita HIV.

Desa itu benar-benar melarang pria menginap, bahkan pacar salah satu penduduk di sana. Hanya laki-laki yang waktu kecil dibesarkan di Umoja yang boleh tidur di desa tersebut.

ADVERTISEMENT

[Gambas:Instagram]



Kendati tidak ada pria di Umoja, bukan berarti desa itu betul-betul menutup pintu buat laki-laki. Pria diizinkan untuk mengunjungi desa ini, baik itu sebagai pasangan atau menjadi pekerja bayaran, namun mereka tak boleh tinggal.

Istimewanya, Umoja membangun sekolah dasar dan perawat sendiri. Mereka mempunyai sistem finansial desa yang bisa menghidupi sekolah itu.

Malika, akademi di Umoja, menyatakan,"jika perempuan menikah muda, perempuan itu tidak akan menjadi orang tua yang kompeten. Melahirkan memiliki tantangan berat: ruptur (robek) dan pendarahan. Meskipun itu tugas dan kewajiban mereka, namun itu berat."

Perempuan-perempuan itu memang membangun gerakan perempuan bukan sekadar objek pelengkap pria dan menjadi penduduk kelas kedua.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, perempuan-perempuan Umoja membuat dan menjual perhiasan lewat Pusat Kebudayaan Perempuan Umoja Umaso. Sebanyak 10 persen keuntungan disumbangkan untuk pajak pengelolaan kebutuhan pokok desa, khususnya sekolah. Turis juga diminta membayar retribusi untuk masuk desa itu.

"Di luar, perempuan diatur oleh pria makanya mereka tidak bisa membuat perubahan. Sementara itu, perempuan-perempuan di Umoja merdeka," begitulah keterangan dari salah satu tetua Desa Umoja.

Di tahun 2005, warga Desa Umoja berjumlah 30 perempuan dewasa dan 50 anak-anak. Sepuluh tahun kemudian, desa itu memiliki penduduk 47 perempuan dewasa dan 200 anak-anak.




(fem/ddn)

Hide Ads