Besaran gaji marshaller atau juru parkir pesawat menjadi perbincangan hangat netizen belakangan ini. Berapa sih sebenarnya?
Marshaller bertugas mengomandoi pesawat yang akan parkir atau mendekat ke garbarata di apron bandara. Merujuk berbagai sumber, di luar negeri, profesi marshaller bisa meraup gaji dari Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar per tahun. Jumlah itu bergantung pada maskapai yang memperkerjakan dan pengalaman yang dimiliki.
Bagaimana dengan marshaller yang bertugas di bandara-bandara di Indonesia?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Profesi juru parkir pesawat (marshaller) di Indonesia tentu gajinya jauh dari angka Rp 600 juta. Pernyataan tersebut kurang benar," kata Direktur operasional Gapura Angkasa Andreas Eko Novianto, dalam perbincangan dengan detikTravel, Rabu (27/1/2021).
"Profesi ini tidak memerlukan sekolah atau pendidikan tertentu yang memakan waktu lama dan biaya yang besar. Hanya diperlukan latihan sebentar dan standar lisensi yang dikeluarkan oleh pihak terkait," dia menjelaskan.
"Mengenai lisensi, hampir semua yang mengoperasikan kendaraan ataupun kegiatan yang berhubungan langsung dengan pesawat terbang diwajibkan memiliki lisensi sesuai bidangnya masing-masing; teknisi, pengemudi mobil pendorong/penarik pesawat, pengemudi mobil penarik kargo/bagasi penumpang, termasuk juru parkir pesawat," Eko menegaskan.
Nah, terkait besaran gaji marshaller, Eko menyebut itu disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara. So, bisa jadi satu negara memberikan gaji yang jika dirupiahkan bakal cukup besar sedangkan negara lain lebih kecil.
"Untuk gaji marshaller tentunya disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing, bahkan mengikuti standar gaji di masing daerah (UMR) ditambah tunjangan-tunjangan keahlian yang dimiliki, lamanya bekerja (kenaikan gaji berkala), dan sebagainya," ujar Eko.
"Di negara-negara maju, profesi marshaller tentu digaji sesuai standard di negara tersebut, tapi apakah gaji marshaller di luar negeri bisa mencapai sekitar Rp 800 juta setahun? Saya tidak cukup yakin karena kurangnya data," kata dia.
Apalagi, saat ini profesi marshaller mulai diganti dengan sistem otomatis yang disebut Visual Docking Guidance System(VDGS). Eko menyebut sistem VDGS ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an namun penggunaannya bertahap.
"Sampai saat ini pun belum semua negara menerapkannya. Di bandara Changi Singapura hampir semua parking stand sudah menggunakan system VDGS ini dan marshaller sebagai backup jika sistem VDGS ini gagal atau terganggu," kata dia.
"Di bandara Soekarno Hatta VDGS sudah digunakan di Terminal 3 Ultimate dan marshaller sebagai backup. Adapun di Terminal 1 dan Terminal 2, parkir pesawat masih penuh menggunakan tenaga marshaller," dia menjelaskan.
(fem/ddn)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol