Tradisi Bulusan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dua tahun belakangan ini digelar secara sederhana di tengah pandemi virus Corona. Tradisi saat lebaran kupatan ini memiliki kisah sejarah bagi masyarakat setempat.
Tradisi Bulusan biasanya dilakukan warga Dukuh Sumber Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo tepat tanggal 7 Syawal. Biasanya tradisi memberi makan bulus itu dimeriahkan berbagai acara.
Mulai dari kirab budaya, hiburan wayang hingga banyak pedagang di sepanjang jalan menuju Dukuh Sumber. Warga pun bisanya berbondong-bondong untuk datang di makam Mbah Dudo lokasi tradisi Bulusan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dua tahun ini tradisi tersebut digelar tanpa kemeriahan. Tradisi tahunan tersebut pun digelar secara sederhana dan menerapkan protokol kesehatan. Hiburan, kirab budaya hingga riuh pedagang ditiadakan guna mencegah terjadinya kerumunan.
"Rencana besok hari Kamis (20/5) acara tradisi Bulusan. Dua tahun belakangan ini tidak ada keramaian di Tradisi Bulusan. Acara tradisi digelar secara sederhana," kata Penjaga Makam Mbah Dudo, Sirajudin di lokasi, Selasa (18/5/2021) sore tadi.
"Besok tidak ada kirab, hanya acara inti tahlil saja," sambung dia.
Keberadaan bulus-bulus tersebut berada di kompleks makam dari Mbah Dudo yang berada di Dukuh Sumber Desa Hadipolo. Kompleks lokasi bulus cukup sederhana. Di sisi timur terdapat pelataran dan makam Mbah Dudo.
Sedangkan sisi barat terdapat kolam yang berisi bulus. Di sana terdapat bulus-bulus yang berusia puluhan tahun dipelihara sampai sekarang.
Sirajudin mengatakan ada kisah di balik tradisi Bulusan yang digelar warga Dukuh Sumber setiap tahun. Yakni cerita tentang sabda Sunan Muria kepada santri Mbah Dudo yang menjadi bulus atau binatang sejenis kura-kura.
![]() |
Awalnya di wilayah lereng Muria terdapat padepokan milik Mbah Kiai Dudo. Di padepokan tersebut terdapat santri-santri Mbah Dudo. Mbah Dudo konon ceritanya seorang kiai penyebar agama Islam di wilayah lereng Muria.
"Dulu istilahnya zaman kuno, dulu ada padepokan di sekitar lereng Muria di antara 17 meter. Dulu masih hutan. Kata sesepuh namanya Mbah Kiai Dudo bersama santri-santrinya. Kiai Dudo itu bercocok tanam dan penyebar agama islam di sini," terangnya.
Menurutnya pada saat malam bulan Ramadhan terdapat santri-santri Mbah Dudo yang bercocok tanam. Pada saat itu pula Sunan Muria melintas dan melihat para santri tersebut tengah bercocok tanam.
"Pada malam fitri, malam Sabtu itu santri-santri ke lereng Muria berjarak 17 kilometer istilahnya bercocok tanam malam-malam, istilahnya daud. Terus Sunan Muria ke selatan (melintas), di situ ada klitak-klitik, kok ada klitak-klitik seperti bulus. Dari perkataan itu ternyata sabda Sunan Muria kepada para santri kemudian menjadi bulus," jelasnya.
"Setelah jadi bulus tempatnya ada pohon mojo, hingga akhir zaman sawahnya menjadi disebut sawah, sawahnya ibu saya, sawah mojo bulus. Namanya mojo bulus," lanjut Sirajudin.
![]() |
Sirajudin menjelaskan hingga akhirnya Mbah Dudo mengetahui jika santri-santrinya disabda Sunan Muria menjadi bulus. Mbah Dudo pun meminta pertanggung jawaban atas sabda dari Sunan Muria. Disebutkan pada akhirnya Sunan Muria membawa bulus-bulus tersebut ke daerah Dukuh Sumber.
Menurutnya Sunan Muria berkata jika kelak bulus-bulus tersebut akan diberi makan oleh masyarakat. Oleh karenanya, hingga sekarang bagi masyarakat Dukuh Sumber terdapat tradisi Bulusan atau memberi makan bulus.
"Maaf ini tadi ada orang daud (bercocok tanam) di sebelah utara sana, terus saya bersabda jadi bulus. Ini cerita orang tua, bukan di buku ya. Ini cerita secara turun temurun. Terus Mbah Buyut Dudo minta tanggung jawab, nanti makannya bagaimana, tempatnya di mana. Kemudian mereka ke utara lagi, habis sampai di sekitar sini saya tancapkan kayu ini. Ternyata nyumber, kelak akhir zaman ini nantinya bernama Sumber (nama Dukuh Sumber). Hingga akhirnya santri yang menjadi bulus berada di sini," terangnya.
"Besok di sini yang memberikan makan masyarakatnya. Maka dari itu sampai sekarang, masyarakat kalau punya hajat apa saja pasti mengirim bungkusan makanan ke sini. Seperti ini ada nasi dan telurnya. Kalau kupatan nanti banyak," sambung dia.
Sirajudin menambahkan hingga sekarang masyarakat jika akan mengadakan hajat pasti datang untuk memberi makan di kompleks Makam Mbah Dudo. Terutama saat tanggal 7 Syawal terdapat tradisi bulusan yang digelar secara meriah oleh masyarakat setempat.
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda