Mari mengenal perahu buatan dari Suku Asmat. Inilah transportasi utama yang digunakan untuk berbagai keperluan.
Pesisir selatan Papua, memiliki banyak sungai. Di sana ada hutan bakau hingga rawa-rawa.
Pesisir selatan Papua meliputi perbatasan Papua Nugini di Merauke hingga Mimika di sebelah barat. Suku-suku yang berdiam di pesisir selatan Papua yaitu Marind-anim di Merauke, Asmat, Sempan, dan Kamoro di Mimika.
Kampung-kampung tradisional di pesisir selatan Papua umumnya terletak pada atau di dekat air. Perahu menjadi alat transportasi utama untuk memancing, mengumpulkan kayu bakar, pergi ke kebun, dan berburu.
Pada masa lalu perahu digunakan untuk berperang atau mengayau kepala (membunuh orang untuk diambil kepalanya sebagai adat kebiasaan beberapa suku bangsa yang masih primitif).
Pada waktu itu, perburuan kepala ini hingga mencapai pesisir Papua Nugini, sejauh 280 kilometer sebelah timur Merauke.
Perahu tradisional di pesisir selatan Papua berbentuk seperti lesung. Transportasi ini tidak dilengkapi layar, tanpa cadik atau penyeimbang di sisi perahu.
Baca juga: Asmat, Perahu dan Patung |
Perahu lesung ini dibuat dari batang pohon berukuran besar yang dilubangi pada bagian tengahnya. Perahu Suku Asmat hanya mampu bertahan selama satu hingga dua tahun saja.
Perahu dilukis dengan pewarna alami atau diukir indah. Dayung merupakan alat penggerak utama dan untuk berbelok bagi perahu Asmat.
Yang unik adalah, perahu tradisional Asmat di pesisir selatan Papua didayung dengan cara berdiri.
Sebuah perahu Asmat misalnya, dapat dinaiki tujuh pria sambil mendayung berdiri. Sedangkan perahu paling panjang Suku Asmat dapat dinaiki 12 pria, dibutuhkan koordinasi dan keseimbangan yang baik untuk mendayung sambil berdiri.
Saat ini, perahu tradisional dari Suku Asmat yang berbentuk lesung ini mulai tergusur oleh perahu motor berbahan fiber.
***
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
Simak Video "Video: Detik-Detik Tabrakan Perahu di Peru yang Terekam CCTV"
(msl/msl)