Emas hingga destinasi kelas wahid adalah beberapa potensi terbaik dari Papua. Di dalamnya juga ada fosil kayu yang biasa dijadikan sebagai batu akik.
Penelitian Balai Arkeologi Papua di perbukitan sebelah barat Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura berhasil menemukan fosil kayu. Fosil kayu ini ditemukan pada ketinggian 162 MDPL.
Untuk mencapai lokasi ditemukannya fosil kayu ini, traveler harus berjalan kaki menyusuri jalan kampung kemudian dilanjutkan dengan mengikuti jalan setapak yang mendaki bukit. Seluruh lanskap permukaannya berupa sabana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan membutuhkan waktu sekitar satu jam di bawah terik matahari, tanpa ada satupun pohon peneduh.
Setelah melewati puncak bukit, lokasi warga mengambil tanah liat bahan gerabah, kemudian tiba di lokasi ditemukannya fosil kayu.
Fosil kayu ini ditemukan pada lapisan tanah yang tergerus oleh air hujan. Fosil kayu yang ditemukan berupa batang pohon, berwarna coklat, tampak serat-serat kayu yang sudah membatu.
Fosil ini ditemukan pada lapisan tanah berwarna coklat, liat, bercampur dengan kerikil batu kapur.
Secara geologi, fosil kayu ini berada pada jenis lapisan tanah yang sama dengan lapisan ditemukannya fosil moluska laut di kawasan Danau Emfote atau Danau Love.
Diperkirakan fosil ini merupakan bagian dari proses geologi terbentuknya Danau Sentani jutaan tahun yang lalu.
Naftali Felle, Kepala Suku Abar mengatakan, pada 2015 ketika musim batu akik, warga Kampung Abar mencari fosil kayu ini untuk dijual sebagai bahan batu akik.
Bahkan ketika menteri pariwisata kala itu, Arief Yahya oleh warga Kampung Abar diberi cinderamata berupa batu akik fosil kayu, saat meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kampung Abar pada 20 Juni 2015.
***
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
(msl/msl)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!