Dokumen AMDAL, Poin Krusial tapi Diabaikan di Proyek Pembangunan TN Komodo

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Dokumen AMDAL, Poin Krusial tapi Diabaikan di Proyek Pembangunan TN Komodo

Putu Intan - detikTravel
Jumat, 06 Agu 2021 16:21 WIB
Wisatawan dan ranger memperhatikan Komodo di Pulau Rinca.
Pulau Rinca (Dadan Kuswaraharja/detikcom)
Jakarta -

Proyek pembangunan infrastruktur di Taman Nasional Komodo disebut mengabaikan dokumen AMDAL. Selama ini belum ada kajian komprehensif mengenai dampak pembangunan di sana.

AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Dampak Lingkungan yang berisi kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. AMDAL diperlukan dari mulai tahap perencanaan hingga pengambilan keputusan dalam pembangunan.

Ada beberapa poin yang dibahas dalam AMDAL, yaitu aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam proyek pembangunan infrastruktur di TN Komodo, UNESCO meminta pemerintah Indonesia untuk menunjukkan dokumen ini. Mereka juga merekomendasikan agar proyek pembangunan dihentikan karena berpotensi berdampak buruk pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV).

Lalu timbul pertanyaan, bagaimana dengan AMDAL TN Komodo?

ADVERTISEMENT

Grita Anindarini dari Indonesian Center for Enviromental Law melakukan kajian terhadap dokumen AMDAL TN Komodo. Hasilnya, pembangunan TN Komodo saat ini memang tidak berpatokan pada AMDAL, melainkan hanya berdasarkan UKL-UPL.

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL.

Pemilihan melakukan pembangunan berdasarkan AMDAL atau UKL-UPL ini didasarkan pada penting atau tidaknya dampak pembangunan pada lingkungan.

"Masalah dampak penting ini sebenarnya kalau ada pembangunan di atas kawasan lindung seperti TN Komodo, itu seharusnya dia wajib pakai AMDAL, kalau berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku," kata Grita.

Hanya saja, memang terdapat pengecualian pada TN Komodo. Pembangunan di sana dapat dilakukan tanpa AMDAL karena dianggap sudah memiliki tiga dokumen lain yaitu Rencana Pengelolaan Taman Nasional Komodo, Desain Tapak, dan Site Plan.

"Namun kemudian ada beberapa pertanyaan, apakah memang Rencana Pengelolaan TN Komodo, Site Plan, dan Desain Tapak betul-betul telah secara komprehensif mengkaji dampak-dampak lingkungan tersebut?" ujarnya.

Dampak komprehensif yang dimaksud tidak hanya soal komodo tetapi juga satwa endemik lainnya, termasuk terumbu karang. Selain itu, juga masyarakat yang tinggal di sekitar TN Komodo.

Yang jelas, dengan dipilihnya metode UKL-UPL dalam proyek pembangunan TN Komodo, pemerintah memang tak perlu repot-repot mendengarkan aspirasi publik. Proses mempertimbangkan suara masyarakat ini hanya ada dalam syarat pembangunan berdasarkan AMDAL.

"Apa yang membedakan antara AMDAL dan UKL-UPL juga bahwa kalau dalam penyusunan AMDAL, masyarakat itu wajib untuk dilibatkan. Bahkan sejak tahap awal, sejak tahap pelingkupan sampai tahap pengambilan keputusan," tuturnya.

"Kalau dulu 2020 (dimulainya pembangunan), sebelum UU Cipta Kerja, masyarakat harusnya masuk dalam komisi penilai AMDAL, masyarakat seharusnya bisa mengambil keputusan: apakah saya mau ada pembangunan ini? Kalau seandainya dia dikecualikan dari AMDAL, proses partisipasi publik ini kemudian tidak ada," ia melanjutkan.

Tanggapan KLHK soal Tuntutan AMDAL di TN Komodo yang Diminta UNESCO

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan bahwa proyek pembangunan di Taman Naisonal Komodo akan terus berjalan, sembari mereka melengkapi AMDAL yang diminta UNESCO.

"Saat ini, persentase pembangunan dermaga telah mencapai 95 persen dan pembangunan pusat informasi 76 persen. Dijadwalkan pada Desember 2021 telah selesai. Kami yakin bahwa dengan penyempurnaan Environmental Impact Assessment (EIA), berbagai kriteria yang ada dapat diterima oleh UNESCO," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam (KSDAE) Wiratno.

"Semua proyek akan jalan terus, tidak bisa dihentikan," dia menegaskan.

Wiratno menyebut kekhawatiran UNESCO tentang pembangunan di Pulau Rinca mengancam OUV tidak terbukti. Dia mengklaim pembangunan di Resor Loh Buaya, Pulau Rinca tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap OUV TN Komodo yang masuk Situs Warisan Dunia UNESCO itu.

"Tujuan pembangun adalah mengganti sarana dan prasarana yang tidak layak dengan sarpras yang berstandar internasional," ujar Wiratno.

Sarana dan prasarana yang tidak layak itu adalah kamp ranger, kamp pemandu, kamp peneliti, dek plaza, pos istirahat, dek layang, tangki reservoir, pipa distribusi, ruang tunggu pengunjung, dermaga, perlindungan pantai, dan pusat informasi.

Sementara itu, OUV di Pulau Rinca itu meliputi populasi komodo dan sumber pakan (rusa, kerbau, babi hutan), ekosistem sabana, hutan dataran tinggi, hutan mangrove, pasir putih, karang, dan rumput laut.

"Nah, luas areal terbangun adalah 1,3 hektare dan itu berada pada tapak sarpras yang lama. Kesimpulannya, pembangunan sarpras tidak menimbulkan dampak yang signifikan berdasarkan hasil kajian penyempurnaan Environmental Impact Assessment (EIA)," dia menegaskan.

Tim EIA diisi oleh pakar kehati dan lingkungan, yakni ahli kehati dari IPB University Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo dan Dr. Mirza Dikari Kusrini, Wildlife Conservation Society Dr. Titiek Setyawati dan Sheherazade, S.Si. M.S, Komodo Survival Program Achmad Ariefiandy, M.Sc., dan pakar Warisan Dunia-Koen Meyers, bersama Kemen LHK dan Kemen PUPR, Kementerian Luar Negeri, Kemen.Pendidikan dan Kebudayaan/Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, dan Kemenko PMK.

(pin/fem)

Travel Highlights
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikTravel
UNESCO Minta Proyek TN Komodo Disetop
UNESCO Minta Proyek TN Komodo Disetop
20 Konten
UNESCO melalui Konvensi Komite Warisan Dunia meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan sementara proyek pembangunan di Taman Nasional Komodo. UNESCO menilai proyek tersebut berdampak pada nilai universal luar biasa.
Artikel Selanjutnya
Hide Ads